Novel, cerpen dan drama sangat
akrab dalam kehidupan. Jenis karya sastera ini menyentuh emosi penikmatnya
melalui reka cerita yang berasal dari pengalaman penulis atau reka imajinasi
yang ditulis dengan gaya bahasa estetik sehingga menggelitik emosi penikmatnya.
Kemampuan penulis dalam bertutur melalui tulisan membuat pembaca terbawa
kedalam suasana yang digambarkan. Selain sebagai media ekspresi penulis
megaktualisasikan perasaannya prosa dan drama juga memuat sisi edukatif yang
bertujuan mengajak pembaca merenung. Penggambaran kisah dan karakter tokoh yang
disusun bertujuan untuk mengajak pembaca menjadikan kisah tersebut sebagai
bahan perenungan atau pedoman.
Pengarang mencoba merenungi
kenyataan yang dialami atau difikirkan yang kemudian ditulis dalam bentuk
cerita. Novel Laskar Pelangi memberikan gambaran mengenai semangat menempuh
pendidikan beserta kekokohan pendidik dalam mengatasi berbagai kesulitan yang
dihadapi saat membina anak didiknya. Novel Dibawah Lindungan Ka`bah karya Hamka
mengajak pembaca memaknai cinta sejati yakni Allah sedangkan Roman Atheis karya Ackhudiat
Kartamihardja mencoba mengajak pembaca mengenai keberadaan Tuhan dalam diri
manusia.
Novel yang seolah menyesatkan
sekalipun justru mengajak manusia berfikir mengenai kebenaran hakiki, “Tuhan
Telah Mati” sebuah novel abad
pertengahan yang ditulis Nietsche mengajak manusia untuk memaknai Tuhan dalam
konsep ideal dan berhenti menyalahkan Tuhan dalam segala kesulitan dan
penderitaan yang dialami begitupun drama-drama Ibsen yang terkesan antisosial
seperti “Musuh Masyarakat” dan “Rumah Boneka”.
Sebagai sebuah ekspresi Prosa dan
Drama menggambarkan karakeristik tokoh-tokoh didalam karangannya dengan tujuan
untuk memberikan pencerahan. Karakter positif dalam karya dramawan dan seorang
penulis prosa adalah karakter yang ia inginkan sebagai figur yang memberikan
pencerahan pada pembaca. Secara umum karakter tersebt digambarkan sebagai
berikut:
1.
Karakter
keteladanan
Karakter
keteladanan digambarkan dengan kemampuan mengambil tindakan bijaksana, keberanian
membela kebenaran atau pengabdian tanpa pamrih oleh tokoh ideal yang dikarang.
2.
Figur
dengan Ketabahan
Figur
yang digambarkan sebagai sosok tabah biasanya diceritakan sebagai tokoh yang
mampu menghadapi berbagai penderitaan hingga akhirnya sampai pada kebahagiaan.
3.
Penolakan
adan antipati
Tidak
semua karya pengarang mengakhiri kisahnya dengan memberi kemenangan pada fihak
yang baik. Karangan seperti ini biasanya digambarkan dengan menggambarkan
tokoh-tokoh jahat, licik atau hal buruk lainnya yang membuat pembaca antipati.
Penggambaran seperti ini ditujukan untuk memberikan penggambaran bahwa kelakuan
buruk tidak pantas dilakukan karena sangat menjijikkan dan menimbulkan antipati
bagi yang menyaksikannya.
Menganalisa novel dan drama mesti
diumulai dengan kesadaran bahwa penulis adalah manusia unik yang punya cara
pandang sendiri dalam karyanya sehingga peneliti tidak terjebak pada
“penghakiman” terhadsap sebuah karya sastera. Kemampuan untuk masuk kedalam
frame artistik pengarang perlu dimiliki sehingga seorang peneliti benar-benar
bisa objektif dalam mengalisa sebuah karya sastera drama, roman, cerpen atau
novel.
Prosa dan drama adalah genre
sastera yang sana-sama mengusung cerirta. Kesamaan ini mengakibatkan keduanya
memiliki pula kesamaan dalam anatomi yakni tema, alur penokohan dan seting atau
latar.
Tema
Tema adalah pesan yang ingin
disampaikan atau dapat pula dimaknai sebagai pokok pembicaraan yang dimuat
sebah prosa atau drama. Tema terbagi atas tema utama atau tema mayor dan tema
minor atau tema sampingan yang termuat dalam teks.
Alur
Alur ada yang menyebutnya plot.
Jenis alua dalam prosa dan drama beragam tergantung gaya penulis dalam
menyampaikan cerita. Secara umum adalah alur maju, alur mundur, alur periodik
dan alur melingkar. Khusus drama selain alur ada pula yang dinamakan plot
dramatik. Plot dramatik adalah tehnik pengelolaan suasana emosional yang
disajikan sebuah drama.
1.
Alur
maju
Alur
maju adalah tekhnik penceritaan yang dinamis, berjalan lurus dimana peristiwa per
peristiwa digambarkan berjalan dari waktu ke waktu secara berurutan.
2.
Alur
mundur
Alur
mundur adalah penggambaran peristiwa yang diawali dari masa sekarang bergerak
kebelakang menceritakan masa lalu.
3.
Alur
periodik
Alur
periodik adalah penceritaan yang melewati fase-fase dari sekarang kebelakang
setelah tergambarkan satu fase peristiwa kembali ke masa sekarang kemudian
kembali ke belakang membawa pembaca ke fase selanjutnya hingga kembali ke saat
ini lagi demikian seterusnya hingga cerita usai.
4.
Alur
melingkar
Alur
melingkar adalah penceritaan yang diawali dengan peristiwa masa sekarang
kemudian pembaca dibawa ke masa lalu hingga satu kesimpulan tentang sebuah
masalah yang penyelesaiannya sampai dimasa sekarang.
Seperti
dijelaskan sebelumnya drama memiliki unsur lain dari alur atau plot yang tak
dimiliki prosa unsur ini adalah plot dramatik. Jenis-jenis plot dramatik
tersebut adalah,
1.
Plot
dramatik aristoteles
Plot
dramatik aristoteles adalah pembangunan emosi dramatik yang menanjak kemudian
menurun kembali seperti grafik menggunung. Dimulai dengan introduksi,
konflikasi atau ressing action klimaks, resolusi dan diakhiri dengan ending
seperti gambar berikut,
2.
Plot
dramatik linier
Alur
dramatik linier adalah plot dramatik yang memiliki beberapa puncak konflikasi
dengan suspen yang meletup-letup tanjakan-tanjakan emosi ini menciptakan teror
yang menguras emosi penonton dalam hal ini masalah demi masalah berakhir dan
diteruskan dengan masalah baru hingga akhir cerita.
3.
Plot
dramatik periodik
Bila
sebelumnya dijelaskan bahwa alur periodik digambarkan bahwa alur periodik
adalah penyajian cerita dengan periode kisah masa lalu yang kembali ke masa
kini secara kontinyu maka plot dramatik periodik adalah penyajian kisah yang
penuh konflikasi tanpa penyelesaian yang menciptakan masalah komplek dan
beranekaragam dengan ketegangan yang bermacam-macam latar pula dimana
penyelesaian seluruh masalah dan ketegangan itu berada di akhir cerita.
3. ASPEK
DALAM DAN LUAR
Aspek instrinsik
1.
Tema
Tema
menjadi penanda isian yang dimuat sebuah karya prosa dan drama. Dari tema dapat
dilihat bagaimana pengarang mengaktualisasikan ide dan konsep fikirnya dalam
karya.
2.
Alur
Alur
memberikan gambaran bagaimana karya ini tersaji apakah mengisahkan masa lalu.
Kini atau kenangan yang datang sepotong-sepotong.
3.
Penokohan
Penokohan
memberikan gambaran karakteristik orang-orang yang terlibat dalam cerita,
watak, cara fikir, tujuan dan sebagainya.
Sastera
dan drama memiliki penggambaran penokohan dalam beberapa segi yakni. Kedudukan
tokoh, bentuk tipe perwatakan, sosiologis tokoh, gambaran fisik serta kejiwaan
dan moralitas.
Kedudukan
tokoh adalah posisi tokoh dalam teks misalnya penentang, yang ditentang,
pendukung yang ditentang, pendukung penetang atau tokoh pembantu yang muncul
sesekali namun penting.
Bentuk
tipe perwatakan adalah penggambaran laku tokoh misalnya jahat, baik, atau
memiliki dua watak diatas sekaligus yakni baik sekaligus jahat.
Sosiologis
tokoh adalah penggambaran keadaan sosial si tokoh miskin, kaya, pejabat atau
lainnya.
Gambaran
fisik adalah penggambaran tokoh dari segi keadaan tubuh misalnya cantik, jelek,
kurus, pendek, tinggi dan sebagainya.
Kejiwaan
dan moralitas adalah penggambaran keadaan jiwa si tokoh dalam teks, gila,
sehat, tertekan, bahagia, bermoral baik, berhati jahat dan sebagainya.
4.
Seting
Setting
memiliki dua dimensi pertama seting waktu yang menggambarkan situasi siang,
malam sore dan sebagainya sedangkan seting zaman memberikan gambaran di kurun
zaman apa cerita digambarkan pengarang terjadinya.
Aspek
Luar
1.
Pengarang
Pengarang
adalah aspek diluar karya yang mempengaruhi karangan drama ata prosa. Cara
fikirn pengarang sangat mempengaruhi karya yang dibuat sehingga sebelum
menelaah sebuah prosa atau drama perlu diketahui biografi pengarangnya,
karya-karya yang pernah dibuatnya serta bagaimana style atau gaya
karya-karyanya.
2.
Tempat
karya dibuat
Tempat
karya dibuat memiliki pengaruh terhadap karya. Tempat karya dibuat akan membawa
kita pada penafsiran situasi dimana karya dibuat yang memiliki pengaruh
terhadap tema, gaya dan konsep pengarang dalam berkarya. Seniman atau
sasterawan selalu menciptakan karya karena dipacu oleh mood dan stimulasi yang
ditunjang tempatnya berada karena karya sastera seluruhnya adalah refleksi
seniman dari apa yang dilihat atau dirasakannya ditempat ia berada.
3.
Waktu
karya dibuat
Waktu
disini maksudnya adalah zaman karya diciptakan. Konsep filosofis, budaya dan
kemajuan ilmu pengetahuan suatu zaman memberi pengaruh pada konsep fikir
pengarang berkarya dari ide-ide pokok, sinstim benar salah hingga gaya
penulisan. Mengetahui zaman karya dibuat dapat mengantarkan pada frame artistik
dan filosofis yang dimuat oleh sebuah karya drama atau prosa
4. SOSIOLOGI
Aspek sosiologi drama terkait
kepada tiga faktor sosial. Faktor sosial tersebut adalah sosiologi karya drama,
sosiologi pengarang drama dan sosiologi lingkungan drama diciptakan. Ketiga
faktor ini berkaitan dengan sisi psikologis yang terbangun dalam naskah drama.
1.
Sosiologi
karya drama dan prosa
Sosiologi
karya drama terkait pada aspek sosial ayang dimuat drama. Lingkungan sosial
yang jadi latar karya drama. Budaya, struktur kepercayaan, sistim ekonomi dan
latar pendidikan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita sebuah drama atau prosa
2.
Sosiologi
pengarang drama dan prosa
Sosiologi
pengarang drama dan prosa terkait pada latar sosial pengarang, tingkat
ekonominya, lingkungan budaya yang membesarkannya, pengalaman sosial pengarang,
pandangan filsafat pengarang, pandangan seni pengarang serta moralitas yang
dianut seornag pengarang drama dan prosa.
3.
Sosiologi
lingkungan penciptaan drama.
Sosiologi
penciptaan karya drama terkait pada lingkungan sosial tempat darama diciptakan.
Hal ini melingkupi struktur religi, nilai-nilai yang dianut, zaman, budaya dan
sebagainya.
5. TEKS
DAN KONTEKS
Teks dan konteks disini adalah
hubungan antara realitas sastera dengan realitas lingkungan tempat karya
diciptakan. Teks dan konteks merupakan benang merah yang menghubungkan reka imaji
pengarang dengan realitas yang menstimulasinya berkarya. Teks-teks yang termuat
dalam sebuah prosa atau drama biasanya
hadir dalam karangan dalam bentul struktur cerita, simbolisme yang termuat
dalam reka peristiwa secara untuh atau perbagian maupun terselip dalam
dialog-dialog atau kalimat penjelas (kramagung) yang terkait langsung dengan
kenyataan. Kadangkala kerap pula teks-teks tersebut tersembunyi dalam struktur
lambang yang harus difahami secara semiotik.
6. SISTIM
SIMBOL DAN SEMIOLOGI
Sistim simbol dan semiologi
adalah struktur penanda dalam analisis keilmuan tanda. Secara umum lmu semiotik
mengkaji tanda dan penanda atau sign and signifient. Tanda adalah perlambangan
dari penanda jadi setiap tanda yang muncul akan menjadi perlambang akan sesuatu
yang ditandakannya.
Senders Pierce membagi struktur
tanda menjadi indeks ikon dan simbol sebagai personifikasi tanda dalam
menandakan apa yang ditandakannya.
1.
Ikon
Ikon
adalah penanda yang menanda eksistensi penandanya dengan perlambang yang
menyatu dengan apa yang ditandainya dalam hubungan timbal balik seumpama
manusia dengan fotonya atau benda dengan bayangannya di cermin. Ikon menjadi perlambang sesuatu yang di
senaraikan sebagai pernyataan akan keberadaan sesuatu sehingga seseorang dengan
prototipe perilaku tertentu dapat disebut pula sebagai ikon misalnya kelompok
musik Slank yang pernah dianggap sebagai ikon musik tanpa narkoba karena
perjuangan mereka melepaskan diri dari jerat narkotika.
2.
Indeks
Indeks adalah penanda yang dihubungkan dengan konsep
kausalitas yakni hubungan penanda dengan yang ditandainya dalam kaitan sebab
akibat. Contoh sederhana adalah asap sebagai penada adanya api, daun-daun
melambai sebagai penanda angin dan sebagainya.
3.
Simbols
Simbols
adalah penanda yang maknanya telah menjadi kesepakan umum. Penanda seperti ini
sudah difahami secara luas dan berada dalam kesatuan frame of reference banyak
orang sebagai penanda sesuatu. Yang paling dekat adalah rambu lalu lintas,
lampu merah, lambang rumah makan dengan silang lambang sendok dan garpu, tanda
tambah warna merah sebagai simbol rumah sakit dan sebagainya.
7. KEUNIKAN
DAN NILAI FILSAFAT
Keunikan dan nilai filsafat dalam
sebuah drama maupun novel beranjak dari cara pandang seni dan cara fikir
filosofis pengarangnya. Dalam beberapa kasus karya drama dan novel banyak
muncul pandangan subjektif pengarang terhadap dunia dalam novel yang mereka
karang. Drama Caligula dan Pintu Tertutup karya Sartre merupakan ekspresi nihil
dan absurtditas menganggap kehidupan berawal dari kekosongan dan berakhir
dengan kekosongan pula. Karya Rumah Boneka oleh Ibsen merupakan drama yang
menolak dominasi pria kepada wanita pada zaman kekuasaan Tuan Tanah di Eropa.
Kemerosotan moral kaum Borjuis menjadi alasan utama wanita tak lagi dapat
dikendalikan sebagai “budak nafsu” mereka.
Novel “Senja Pada Sebuah Kapal”
yang kemudian diadaptasi Niesche menjadi novel “Sabda Zurhathusra” memberikan
gambaran keyakinan semu manusia yang
percaya pertolongan Tuhan adalah kesia-siaan. Tuhan dikatakan susah sangat tua
dan pikun sedangkan Tuhan lain sedang menertawakannya. Novel-Novel Niesche ini
kemudian menjadi antitesis terhadap keyakinan ketuhanan yang dianut orang-orang
moderen. Tuhan yang dipandang dari sisi tradisional sebagai maha pemberi dan
mengabulkan doa ternyata tidak memberikan apa yang diminta melainkan apa yang
diusahakan manusia.
Cara pandang yang bebas seorang
pengarang pada dunia membuat karya mereka sering bertolak belakang dengan
lingkungan. Keyakinan yang dianut menjadi berbeda dengan pandangan umum
sehingga tak jarang ditolak oleh zamannya. Sisi fisafati yang dimiliki seorang
pengarang menjadi dasar penciptaan karya prosa dan drama mereka. Cara pandang
mereka yang bebas membuat seorang pengarang melihat dunia dari sisi subjektif
mereka sehingga menafikan nilai-nilai disekitarnya.
Pengarang adalah makhluk unik
yang berfikir dengan caranya sendiri. Memandang dunia dari pandangan filsafat
dan keyakinannya sendiri. Sebagai seorang yang menganalisa sebuah drama atau
novel perlu kemampuan menghargai ini. Kemapuan menghargai keunikan penarang ini
disebut pemahaman frame artistik yang akan membawa sebuah kejujuran dan
keluwesan dalam menganalisa sebuah drama atau novel.
Perbedaan cara pandang tentang
dunia, keyakinan akan nilai kebenaran, prinsip fisafat yang dimiliki. Keunikan
pola sajian karya serta kekuatan imaji yang disajikan pengarang ini disebut
dengan style atau gaya. Syle atau gaya ini merupakan hak mutlak setiap
pengarang yang tak akan pernah sama antara satu dengan lainnya kecuali terjadi
plagiat atau epigon.
8. MENGANALISA
ASPEK EDUKATIF DALAM DRAMA DAN PROSA
Setelah memahami elemen-elemen
yang mendukung sebuah prosa dan drama selanjutnya adalah menemukan pesan-pesan
filosofis yang dikandung dalam sebuah prosa atau drama. Untuk menemukan
pesan-pesan tersebut perlu seperangkat alat analisis dan pendekatan. Alat
analisis adalah teori yang akan mendukung dalam mengurai persoalan yang
diketengahkan penulis dalam karyanya sedangkan pendekatan adalah visi atau cara
pandang dalam melihat masalh tersebut dalam hal ini pendekatan yang digunakan
adalah nilai pendidikan sedangkan teori yang diambil sebagai alat adalah
semiotik senders Pierce. Walaupun teori yang digunakan disini semiotik pierce
sebenarnya tidak tertutup kemungkinan digunakan teori lain yang sesuai miasalnya
interteks atau resepsi. Pada tulisan ini hanya akan dibahas secara sederhana
cara kerja analisis prosa atau drama dari perspektif edukatif dengan sampel
penggunaan teori semiotika pierce.
Langkah pertama adalah melihat
hubungan antara pendekatan dengan data mentah penelitian apakah memiliki
keterkaitan atau tidak. Seperti skema berikut,
Skema diatas menggambarkan
pendekatan yang diambil dihubungkan dengan data mentah penelitian. Pendekatan
yang digunakan adalah nilai edukatif sedangkan data mentahnya adalah sebuah
drama atau prosa. Dari pertimbangan tematik ditemukan bahwa prosa atau drama
tersebut memiliki nilai-nilai pendidikan dalam hal ini baru dugaan yang perlu
pembuktian dengan mengurai teks secara lebih teliti maka diambil seperangkat
pendukung yang terdapat dalam teori semiotika Pierce yakni, indeks, ikon dan
simbol.
Ketiga perangkat tersebut
kemudian dihubungkan dengan teks sebagaimana skema dibawah ini,
NO
|
HALAMAN
|
INDEKS
|
IKON
|
SIMBOL
|
TAFSIRAN MAKNA
|
1
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
DST
|
|
|
|
|
|
Setelah tabel selesai dibuat maka
mulailah melakukan pemeriksaan tentang nilai-nilai pendidikanb yang dikandung
sebuah prosa atau drama. Dalam bagian ini dilakukan penyaringan dari tafsiran
makna yang didapat untuk diberikan penjelasan tentang kaitan dari makna-makna
terebut dengan pendidikan. Hasil tafsiran makna ini dapat dijadikan sebagai
kesimpulan penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
sebuah prosa atau drama. Demikianlah penjelasan singkat mengenai bagaimana
mengurai nilai-nilai pendidikan dalam prosa dan drama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar