Entri yang Diunggulkan

MEMAHAMI PUISI SECARA CEPAT

bila kita hendak memahami puisi dengan cepat berikut elemen utama yang perlu diperhatikan. 1. tema puisi 2. Rasa 3. Kata Kongkrit 4.Ejam...

Minggu, 17 November 2013


Cerita Rakyat Jambi
PENDEKAR BUJANG SENAYA

Tersebutlah 4 pemuda bersaudara : Pendekar Bujang Senaya, Bujang Pengukir, Bujang Penakluk Mato dan Bujang Buruk. Mereka seia sekata, saling menghormati dan saling mengasihi serta membela. Mereka adalah putri raja yantg dihormati dan disenangi oleh segenap rakyatnya.
Pendekar bujang senaya sejak kanak-kanak telah dididik dan dibekali ilmu pengetahuan, dinobatkan jadi raja pengganti almarhum ayahnya. Ketiga adiknya tidak memegang jabatan penting hanya sebagai rakyat biasa, tetapi tetap patuh kepada raja. Sering mereka ke istrana dan bertukar pikiran guna memajukan dan memakmurkan rakyat.
Pada suatu sore ketika mereka berempat sedang mendiskusikan masalah keamanan dan ketertiban kerajaan, bujang buruk berkata “Baginda raja, apakah baginda tidak berkeinginan mengundang paman kita dating kesini?”.
“Sebaiknya paman kita ajak juga berdiskusi”, sambung bujang pengukir. “Dialah satu-satunya saudara ayah almarhum”.
Sejak bujang senaya dinobatkan, hanya ketika penobatan itulah paman dan anak daranya berkunjung kekerajaan diranah Kerinci alam sakti itu.
“Betul! Betak juga ingin menemui paman. Tetapi, sekarang tidak masanya. Tunggu saja saatnya!” ujar baginda raja.
Si jelita dara yang elok dan cantik jelita, dianjurkan oleh ibunya pergi menemui kakak sepupunya, pendekar bujang senaya untuk meminta segala pakaian yang tidak dapat dipenuhinya.
“Kalau memang begitu bunda, hamba akan menemui baginda,” kata si jelita disaat-saat akan meninggalkan negerinya.
Sesampai dikerajaan yang dipimpin oleh kakak sepupunya, si jelita pun menceritakan maksud kedatangannya.
Baginda pendekar bujang senaya menjawab. “Hebat benar kamu!
Sungguh sulit kupenuhi permintaan mu jelita! Tidakkah engkau piker bahwa beta bukan saudagar, tetapi abdi rakyat semata. Atau engkau menginginkan beta menjual harta pusaka untukmembekali seperangkat pakaian berikut gelang, subang dan gelang bertatakan permata itu?”
Si jelita tersinggung dan tertunduk sedih, air matanya berlinang. Didalam hatinya berbisik : jika tidak sudi memberi, janganlah berkata menyakitkan hatiku”.
Si jelita merajuk dan pergi meninggalkanistana. Dia berjalan kearah pantai dan menunggu kalau ada kapal layar lewat. Dia akan melambaikan selendangnya supaya kapal singgah. Dia akan numpang kemanapun kapal itu pergi. Tak mau lagi ia melihat tampang kakak sepupunya yang jadi raja itu.
Matanya menatap ketengah lautan. Benarlah, ada sebuah kapal yang sedang berlayar. Dengan diiringi do’a dia melambaikan selendangnya berkali-kali dan kapal itupun beringsut-ingsut mendekat. Setelah agak dekat, dengan sebuah sekoci awak kapal menjemputnya. Seorang raja pemiliki kapal merasa senang hati melihat seorang dara yang manis yang menjadi tamunya dan mendapat cinderamata buat kerajaan. Cocok dan cantik, pantas gadis itu menjadi permaisurinya, begitu kata hati raja yang gagah dan tampan itu. Si jelitapun menjelaskan segala yang terjadi pada dirinya.
“Baiklah! Tenangkan hatimu, segala barang yang engkau pinta kanda akan berikan. Kerajaan kanda ada segala jenis perhiasan, apalagi hanya gelang, subang dan kalung emas bertatakan intan permata.
Baginda pendekar bujang senaya sadar akan kekeliruannya. Dalam hatinya berkata: “mengapa terlalu kasar ucapanku? Kamanakah gerangan si jelita? Ah, apakah yang dikatakan paman terhadap diriku nanti?.
Kemudian dia menceritakan kepada ketiga saudaranya bahwa kemarin si jelita dating ke istana untuk meminta pakaian yang bagus-bagus dan perhiasan emas, tetapi baginda tidak mampu memenuhi. Sampai sekarang si jelita tidak dating keistana lagi.
Ketiga adiknya bergegas keluar istana untuk mencari si jelita sampai kepelosok negeri. Tetapi tidak seorangpun yang melihat anak dara rupawan itu. Mereka beranggapan bahwa si jelita sudah pulang kerumah pamannya.
Mendengar laporan itu, baginda pendekar bujang senaya gundah-gulana hatinya. Berkata kepada saudaranya “Istirahatlah dahulu! Besok cari lagi. Beta akan beristirahat juga”.
Pada saat tengah malam, dia bermimpi didatangi kakek dan neneknya yang sudah meninggal. Dia dimarahi karena telah menyakiti hati si jelita. Dalam mimpi itu neneknya menambahkan bahwa si jelita akan jadi istrimu. Kini dia telah berada di istana raja seberang lautan. Baik si jelta maupun raja yang gagah dan baik budi bahasanya itu sama-sama jatuh cinta. Cepat temui si jelita dan bawa ke istana.
Baginda pendekar bujang senaya menceritakan mimpinya kepada ketiga adiknya.
“Kalau begitu baginda,  segera kita berlayar. Kita cari calon istrimu. Dari satu kerajaan ke kekerajaan yang lain kita jelajah si jelita akan kita temui”.
“Berlayar perlu ada alatnya. Buruk! Mesti ada kapal, setidak-tidaknya ada sebuah jung yang diberi layar. Kerajaan kita tidak mempunyai sebuah pun jung, bagaimana?”
Ada!” sambung bujang pengukir. “Juang mendiang nenek kita angkat dari tanah, kemudian kita perbaiki.”
Akhirnya, bujang pendekar penakluk mato dan baginda pendekar bujang senaya pun setuju dan segera pergi ketepian, tetpi rencana ini dirahasiakan agar rakyat tidak ada yang tahu.
Begitu sampai ketepian, baginda pendekar bujang senaya tampak komat-kamit seraya melemparkan sirih sekapur, rokok sebatang. Agaknya dengan begitu laut akan menerima kehadiran jung nanti.
Dengan bermandikan peluh, badan dan pakaian basah kuyup kena keringat. Tetapi, jung tetap ditempat semula. Dengan kesal diiringi sumpah serapah mereka meninggalkan tepian dan kembali kekediaman masing-masing.
Setelah mandi dan makan baginda pendekar bujang senaya langsung tidur pulas. Malamnya ia bermimpi, neneknya dating lagi dan berkata dalam nada marah : “Kalian tampak ingin segala enak dan mudah saja. Ketahuilah, terlarang mengganggu milik orang lain tanpa seizing pemiliknya, sekalipun barang itu milik ayahmu sendiri. Rupanya milikku akan kalian rampas tanpa seizinku.
Jika memerlukan jung untuk menemui calon sitrimu, buatlah sendiri sebuah jung. Jika mau boleh kalian tebang sebatang pohon dihutan. Ingat, pohon-pohon yang tidak diperlukan jangan ditebang. Sebab, pepohonan perlu dilestarikan demi keselamatan anak cucu kelak.”
Keempat bersaudara itu memnuhi pesan arwah nenek mereka. Tetapi tidak sebatang pohonpun yang patut dijadikan jung. Baginda pendekar bujang senaya berkata, “kita pulang! Tidak ada sebatangpun  pohon yang patut dijadikan jung, batang yang ada tidak cukup besarnya.”
Pada saat tertidur pulas, neneknya dating dan berkata kepada baginda pendekar bujang senaya, “Tidur pulas lagi engkau Sanaya? Apapun sebabnya engkau lebih suka tidur dari pada memikirkan calon istrimu?
Baginda pendekar bujang senaya pu menjelaskan kepada neneknya bahwa mereka tidak menemukan sebatang kayupu yang cocok dijadikan jung.
“Ikhtiar kalian belum ckup. Kalian belum sampai di Perentak gunung cermin. Padahal, disana ada sebatang pohon teramat besar yang cocok sekali dijadikan jung.”
“Apa cirri-ciri pohon yang nenek maksudkan itu?”
“Puncaknya menyapu awan putih. Akar tunggangnya hampir menembus bumi. Jika mengelilingi batangnya, kalian akan menghabiskan waktu selama 3 bulan tupai melompat”.
“Mustahil nek!”
“Tidak ada yang mustahil! Pergilah keperentak gunung cermin! Tebanglah kayu itu. Buatlah jung akan membawa kalian menjelmput si jelita.
Mereka berempat mendiskusikan tentang mimpi baginda pendekar bujang senaya. Mereka berempat tidak akan mampu untuk menebang pohon tersebut. Barangkali pantas beta perintahkan semua rakyat kerajaan berselang menebangnya dan membuatnya menjadi jung, beta akan menyediakan peralatan dan bekal saja. Bagaimana penddapat kalian,” ujar baginda pendekar bujang senaya.
Bujang pengukirpun setuju. Tetapi mereka berempat yang akan lebih dahulu melihatnya sebab mereka ragu akan adanya pohon sebesar itu dan apakah mampu seluruh rakyat untuk menebangnya.
“Baginda”. Sambung bujang penakluk mato. “Kita berikhtiar. Jika dipikir-pikir, barang mustahil pohon besar itu akan tumbang dalam tempo 10 tahun, sekalipun beribu-ribu kapak dan beliung menghantamnya setiap detik. Tetapi jika Allah taala menghendaki, tidak pula mustahil dalam sekejap mata akan tumbang.”
Apakah yang terjadi? Ratusan rakyat telah berusaha untuk menebang pohon itu  tetapi ternyata hasilnya tidak tampak. Kejadian aneh itupun dilaporkan kepada baginda pendekar bujang senaya.
Tanpa mengomentari laporan itu baginda pendekar bujang senaya pun langsung tertidur pulas lagi. Malamnya ia bermimpi didatangi neneknya lagi. Neneknya berkata bahwa baginada pendekar bujang senaya dan ketiga saudaranyalah yang harus terlebih dahulu bergerak kemudian rakyat kerajaan mengikutinya.
Mimpi itupun dibahas kembali oleh keempat bersaudara itu. Sesampainya diperentak gunung cermin, mereka kaget menyaksikan betapa besarnya pohon yang dihadapinya, tanpa beristirahat keempat bersaudara itupun melabuhkan berliungnya masing-masing. Dalam tempo kurang dari setengah hari pohon sudah berderak-derak.
Mereka berdo’a dan memohon kepada pohon bertuah itu agar roboh kearah lautan. Agar permukaan lautan kena timpa menjadi obak besar menggulung-gulung hingga kekerajaan yang melindungi adik sepupunya. Pohon itupun tumbang dengan bunyi membahana.
Mereka memotong batang itu seukuran sebuah jung dan dibantu oleh 700 orang yang mereka pilih, yang akan digunakan untuk menyebrangi lautan luas guna menemukan si jelita.
Setelah 40 purnama, jung telah siap. Tinggal meluncurkannya kearah lautan. Beratus-ratus orang telah berusaha keras untuk menarik dan mendorong jung ke pantai. Tetapi gagal, baginda pendekar bujang senaya merasa kesal karena usahanya tidak menampakkan hasil.
Setelah mandi dan makan, baginda pendekar bujang senaya langsung tidur. Ia bermimpi lagi didatangi neneknya.
“Jung sudah siap, tetapi rakyatnya tak mampu meluncurkannya kelaut.” Ujar baginda kepada nenek. Neneknya pun menjelaskan bahwa semuanya itu harus dikerjakan sendiri oleh mereka berempat bukannya dengan tenaga orang lain sedangkan mereka hanya menonton saja.
Keempat saudara itupun melaksanakan atas petunjuk nenek mereka itu. Dan ternyata benar, dalam waktu yang singkat jung sudah berada diatas permukaan laut dan tertambang dipelabuhan.
Dengan jung yang telah diberi layar, keempat bersaudara itu berlayar keseberang lautan. Dalam waktu sebulan telah sampai dikerajaan yang disana ada si jelita. Dan berusaha menyelidiki keberadaan saudara sepupu mereka. Beberapa orang mereka tanyai. “Ya memang ada gadis yang bernama si jelita. Dia masih dipingit, karena minggu muka akan berlangsung perhelatan. Akan ramai dipusat kerajaan, karena peresmian perkawinannya dengan Baginda raja dimeriahkan 7 hari 7 malam.
Keempat bersaudara mencari siasat untuk melarikan si jelita. Diputuskanlah bahwa baginda pendekar bujang senaya berpura-pura sebagai tamu yang akan memberi ucapan selamat kepada mepelai. Kedua adiknya berusaha menyelinap kekamar mempelai perempuan. Sebelum bertindak, keduanya berperan sebagai pembawa cenderamata untuk tuan putri, si jelita. Sedangkan bujang pengukir ditugasi berjaga-jaga diatas jung.
Siasat dan taktik mereka berhasil calon suami si jelita dapat diperdaya. Ketika jung akan meninggalkan pelabuhan. Baginada raja mengetahui bahwa si jelita diculik. Tetapi jung tidak dapat lagi dikejar dan selamatlah keempat bersaudara yang telah membawa si jelita.
Kita tidak langsung kekerajaan kita”, kata baginda pendekar bujang senaya kepada adik-adiknya. Kita menuju ketempat paman kita berada. Dia akan kita bawa ke ibukota, agar lancar pernikahan beta dengan si jelita.
  
PUTI KESUMBA

Ada sepasang suami istri yang belum dikaruniai anak. Padahal mereka sudah lama menikah. Mereka juga sudah berusaha kesana-kemari agar mempunyai anak sendiri namun keinginan itu belum terkabul. Tiap hari mereka berdo’a. Pada suatu malam mereka bermimpi melihat seorang kakek tua. Kakek itu berkata kepada mereka “jika kalian ingin mempunyai akan, carilah rebung yang dililit ular sawah, rebus dan makanlah rebung itu”.
Esok harinya suami istri itu mencari rebung yang dililit ular sawah. Setelah mencari disekitar hutan bamboo, mereka mendapatkan rebung yang dililit ular sawah. Sang suami lalu menceritakan mimpinya semalam kepada ular sawah. Setelah mendengar penuturan si suami, akhirnya sang ular mau memberikan rebung itu kepada sang suami, tapi dengan syarat arus ada perjanjian.
Sang suami lalu bertanya pada sang ular “Hai ular sawah apa yang harus kami janjikan?”
“Jika anak yang lahir laki-laki ia menjadi milik tuan, tapi jika anak yang lahir perempuan ia akan menjadi milikku, anak itu harus diserahkan kepadaku pada saat berusia tujuh tahun” kata sang ular.
Karena besarnya keinginan untuk memiliki anak, tanpa piker panjang sepasang suami istri tersebut menyetujui perjanjian yang diajukan ular sawah. Seteah rebung dibawa pulang, dimasak dengan lezat lalu dimakan, ajaib beberapa hari kemudian perut si istri mulai membesar. Setelah genap sembilan bulan istripun melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Puti Kesuma.
Puti Kesumba tumbuh makin besar. Ketika berumur tujuh tahun, tiba saatnya untuk diserahkan kepada ular sawah. Betapa berat hati seorang ayah dan ibu menyerahkan anak mereka kepada seekor ular. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak menempati janji. Puti Kesumba diarang keluar rumah, semua keperluan Puti Kesumba disediakan dan dilakukan didalam rumah.
Pada suatu hari, sang suami jhendak pergi berlayar selama tiga bulan. Sang suami berpesan kepada sang istri agar menjaga Puti Kesumba baik-baik.
Sepeninggal sang suami sang istri membawa Puti Kesumba mandi disungai. Ketika asik bermain, Puti Kesumba ditangkap ular sawah. Ia berteriak “tolong, bu!! Tolong….!”
Ibunya terkejut, ia menyesal dan meratap sejadi-jadinya. Karena kelengahan membuat ia terpisah dari anak kesayangannya.
Ular sawah membawa Puti Kesumba ketebing yang menjorok ketengah sungai. Tidak seorangpun dapat menjangkaunya.
Pada suatu hari, bertanyalah ular sawah kepada Puti Kesumba, “seberapa besarkah hatimu, Puti?”
“Masih kecil, baru sebesar pinag,” jawab Puti, tebing tempat Puti Kesumba selalu dilewati orang berlayar. Puti Kesumba selalu bertanya kepada mereka
“Hai bapak yang baru pulang berlayar, apakah bapak bertemu dengan ayah saya”?
“Ya ayahmu masih jauh” jawab bapak itu, seminggu kemudian ular sawah bertanya lagi kepada Puti, sudah seberapa besarkah hatimu Puti?”
“baru sebesar mangga,” jawab Puti. Begitulah berturut-turut dari sebesar mangga menjadi sebesar nyiru. Setelah mendengar hal itu, ular sawah memanggil kawan-kawannya. Ia mengundang sepuluh ekor ular sawah. Mereka akan amkan besar nanti malam, yaitu menyantap Puti Kesumba.
Ketika pesta akan dimulai, ayah Puti Kesumba pulang dari berlayar. Perahunya penuh dengan pakaian. Iapun lewat dekat tebing itu. Puti Kesumba berteriak ketika ayahnya lewat,” ayah, ambillah saya, ayah!”
Ayah Puti Kesumba terkejut, ia mendekatkan perahunya ketempat Puti Kesumba berada. Dengan cepat ia meyambar Puti Kesumba dan angkatnya masuk kedalam perahu. Dengan cepat pula perahu dikayuhnya menjauh dari tempat itu.
Tepat pada saat itu, ular sawah dan teman-temannya dating. Ular sawah melihat Puti Kesumba jauh diulu sungai. Dia berteriak,” wah, ayamku lepas….!”
Ular sawah undangpun menjawab, “kunang! Kunang! Aku makan kepalanya!”
“Ayamku lepas …!
“Kunang! Kunang! Aku makan perutnya!”
“Ayamku lepas …!
“Kunang! Kunang! Aku makan ekornya!”
Kesepuluh ular sawah yang diundang itupun menyerbu ular sawah yang mengundang. Bagi dunia ular pesta tak boleh gagal. Siapa yang mengundang, dialah yang ertanggung jawab terhadap hidangan. Dalam tempo tidak terlalu lama, ular sawah yang mengundang telah tiada. Sepuluh badannya habis dimakan sepuluh ekor ular sawah temannya.
Sementara itu, Puti Kesumba dan ayahnya tiba dirumah kembali dan mendapati ibunya sedang bergelung ditempat tidur. Badannya kurus kering karena memikirkan Puti Kesumba yang hilang. Puti kembali, dan berlari mendekat ibunya sambil menangis “,ibu, Puti pulang”!
Ibu Puti Kesumba mendekap putrinya dengan sepuas hati, sambil menangis tersedu-sedu mengenang saat ia kehilangan si anak ditepi sungai. Sejak saat itu keluarga itu hidup bahagia. Ular sawah yang ditakuti telah tidak ada.

DATUK DARAH PUTIH

Wilayah sungai aro masa silam, masa sebelum penjajahan belanda. Merupakan kerajaan kecil, salah seorang hulubalang dalam kerajaan itu adalah Datuk Darah Putih. Hulubalang tersohor dikerajaan Sungai Aro sungguh berani, jujur dan baik hudi bahasanya. Tugas yang diberikan raja kepadanya selalu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Karena itu, raja amat menghargai jasa-jasanya. Kepadanya dipercayakan sebagai panglima pasukan pembela negeri. Anggota pasukan pembela negeri itu adalah para hulubalang dan pendekar pilihan.
Ketika Datuk Darah Putih mengetahui bahwa belanda akan masuk ke kesultanan Jambi, pasukan kerajaan Sungai Aro segera dipersiapkan. Tidak seorangpun rakyat kesultanan Jambi begitu juga rakyat kerajaan Sungaiaro yang erada dibawah kesultanan Jambi itu rela negerinya didaulat oleh penjajah.
“apa memang benar pasukan Belanda akan bergerak menuju wilayah kesultanan Jambi?” Tanya baginda raja Sungaiaro kepada Datuk Darah Putih yang melaporkan tentang pasukan belanda menuju kesultanan Jambi melalui selat berhala.
“ya, baginda! Hamba piker jika musuh dari laut tentu melewati selat berhala dari sana memasuki kuala dan terus akan menaklukkan negeri-negeri disepanjang batanghari. Karena itu, izinkalah hamba membawa pasukan kesana. Baginda kiranya melaporkan hal ini kepada sultan. Sebab, sultan tenatu akan memeprtahankan pula setiap jengkal tanah air kita.”
“Benar beta setuju!” jawab baginda raja Sungaiaro tegas. Tampa wajah memerah karena geramnya. “Beta percayakan tugas berat ini kepadamu, datuk! Berangkatlah dengan pasukanmu ke selat berhala. Beta akan adakan kontak dengan sultan agar beliau tidak akan salah mengerti.
Segala perlengkapan  senjata, perbekalan berupa makan dan minum telah dimuat kedalam beberapa jung.
Sebelum konvoi kerajaan Sungaiaro sebanyak 7 jung serat berisi pasukan dan perbekalan meninggalkan dermaga kerajaan. Datuk Darah Putih pamit terlebih dahulu kepada istri yang hamil tua itu.
Isak tangis para pengantar mewarnai konvoi jung yang dipimpin Datuk Darah Putih mengiliri kesungai batanghari sore hari itu. Allahu Akbar, terdengar kumandang para lascar dalam ketujuh jung yang bergerak gagah meninggalkan ibukota kerajaan Sungaiaro.
Sesampai dipulau berhala, Datuk Darah Putih dan anggota pasukannya hanya beristirahat sebentar. Strategi diatur, sehingga setiap anggota pasukannya paham dan siap melakukan tugas masing-masing.
“Kita bukan mencari musuh”, katanya kepada anggota dan komandan regu pasukannya, “tetapi jika musuh yang bergerak melintasi Selat Berhala untuk menancapkan kakinya diwilayah sepucuk Jambi sembilan lurah maka kita patut berjihad.
Setelah beberapa hari menunggu ada segelintir anak buahnya ragu merasa tidak mungkin musuh akan lewat. Ternyata, kapal perang Belanda mulai tampak dari kejauhan.
“tuk. Datuk…” kata prajurit yang ditugasi mengamati kapal dari jung yang dilabuhkan agak ketengah selat “dua, tiga kapal perang besar menuju kearah kita.”
“Mungkin tidak hanya akan melewati selat ini kita siap bertempur mati-matian Fi sabilillah sudah tiba saatnya!”
Langsung Datuk Darah Putih menaiki jungnya. Ketujuh jung bergerak ketengah selat, agar musuh melihat kedatangan mereka. Karena serdadu Belanda tidak siap rupanya dengan mudah ditamatkan riwayatnya.
Diantara sekian lascar yang menang perang itu, tujuh orang berenang untuk mengambil dan membawa jung-jung kedekat kapal perang musuh. Kemudian barang dan persenjataan musuh dipindahkan kedalam jung kapal perang musuh dibakar kemudian ditengeglamkan kedasar selat berhala.
“kita berlindung dibalik batu karang! Jung-jung yang berisi barang rmpasan perang dipindahkan kedaratan agar kita leluasa menghadapi segala kemungkinan. Kukira, dalam waktu tidak beberapa hari lagi akan melewati selat ini pula kapal musuh yang lain!” kata Datuk Darah Putih kepada para komandan regu.
Dugaan Datuk Darah Putih tidak meleset. Tia hari kemudian iring-iringan kapal perang Belanda melintasi selat berhala, ketujuh jung seakan-akan setia bergerak kelambung kapal perang lawannya. Pekikan Allahu Akbar berkali-kali dikumandangkan mujur tidak dapat diraih malang pun tidak dapat ditolak, leher Datuk Darah Putih hampir putus tertebas pedang musuh. Hanya berkat kesaktiannya, maka dia tidak terjatuh kelantai geladak musuh. Aneh rupanya kepala yang terkulai itu tidak disangka masih mampu pemiliknya berkata: “Aku kena pedang segera bawa aku keatas jung untuk kembali kedaratan. Cepatlah agar darahku tidak habis semua dari badan.”
Sesampai didaratan pulau berhala, beberapa orang prajurit yang mendampinginya memasngkan kembali letak kepalanya. Darah berwarna putih yang masih meleleh dilap sendiri oleh Datuk Darah Putih dengan telapak tangan kanannya, begitu telapak tangan kanan diangkatnya darah putih tidak keluar lagi.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”, pekik Datuk Darah Putih bersama dengan pekikan ketiga anak buahnya. Pekikan itu disambut oleh para prajuritnya yang mati-matian berperang mengenyahkan musuh. Tanpa ragu Datuk Darah Putih melompat keatas geladak kapal perang musuh. Pedangnya ditebaskan kesetiap leher Belanda yang ada didekatnya. Dalam waktu setengah jam tidak seorangpun musuh yang masih hidup diatas  keempat kapal perang dilengkapi layar itu.
Esok paginya, Datuk Darah Putih mengadakan musyawarah dengan para komanda regu. Katanya : “kita sebaiknya kembali dahulu bila keadaan masih gawat baru kalian kembali kemedan laga. Mungkin aku tidak akan memimpin kalian, terserah kepada baginda raja, atau kepada baginda sultan yang akan menunjuk pemimpin kalian. Sesampai diatas rumah, baginda raja Sungaiaro masih didampingi dubalang setianya itu, diperhatikannya wajah Datuk Darah Putih yang tampak amat pucat pasi, diamatinya pula wajah istri Datuk Darah Putih yang duduk berlunjur karena sedang membuai anaknya.
“kanda nampak letih sekali istirajatlah”
Datuk Darah Putih tidak menyahuti ucapan istrinya, tetapi dia bersemangat untuk membelai anaknya. “nak, engkaulah yang akan meneruskan perjuangan ayahmu!” begitu ucapannya selesai, tampak dirinya mulai kaku da rebah terbaring Datuk Darah Putih wafat setelah menyampaikan amanat kepada anaknya yang baru berusia seminggu itu.
PUTRI TANGGUK

Di darah Kerinci, disuatu tempat yang bernama bunga tanjung ada seorang perempuan tua, Putri Tangguk namanya, anak haji Baton. Putri Tangguk lain dari yang lain. Dia mempunyai huma hanya seluas tangguk perangkap ikan kecil sekali bukan? Kendatipun kecil hasilnya berlimpah ruah.
Sebagai seorang petani, Putri Tangguk merupakan manusia yang amat beruntung itu pula yang menjadikan dirinya tersiksa, kerjanya hanya menuai setiap hari. Kenapa tidak! Setiap habis menuai, padinya sudah masak pula, dituai lagi masak lagi.
Putri Tangguk sudah lupa mengurus dirinya, rambutnya sudah kusut masai tak pernah disentuh sisir, pakaian sudah robek-robek, untuk menjahit ia sudah tidak punya waktu apalagi untuk menenun, mandipun tidak sempat. Sehingga tidak mengherankan kalau daki tubuh tebal diseluruh tubuhnya, patut untruk ditarah.
Anaknya tujuh orang, tak menentu roman mereka Karena tak pernah diurus. Ibunya yang asik menuai padi dari pagi hingga malam, berkunjung kerumah tetangga tak pernah lagi dilakukannya, ia sehari-hari sibuk mengisi lumbung sehingga ketujuh buah lumbungnya sudah penuh oleh padi.
Suatu malam dalam keadaan capai dan lelah Putri Tangguk dan suaminya terjelampai berbaring dirumah mereka, menjelang mata terpejam suami istri yang letih itu tampak berbincang-bincang, ketujuh anak mereka sudah tidur dengan pulasnya.
Wahai kakanda” kata putri tangguk kepada suaminya sambil menghela nafas panjang “kita telah bekerja terus-menerus tak henti-henti menuai, hamba sudah sangat capai, coba kakanda lihat anak-anak tak pernah lagi berdandan, kutu telah bersarang dikepala mereka”
“ya” jawab suaminya terus duduk “semua yang engkau katakana benar dan itu kesalahanmu sendiri, kesalahan kita”.
“kalau demikian, hamba tak hendak berhuma lagi!” kata Putri Tangguk “hamba tak memerlukannya, karena ketujuh lumbung sudah penuh disamping memang hamba tak mampu terus-menerus berada dihuma, selesai dituai dihadapan dibelakang sudah masak pula”.
Malam itu hujan turun dengan lebatnya kedua suami istri beserta ketujuh anaknyapun sudah tidur dengan pulasnya, besok pagi tenaga suami istri itu pulih kembali untuk menuai padi dihuma. Jalan menuju huma amat licin, Putri Tangguk beserta suami dan anak-anaknya terjatuh perempuan itu amat kesal nampaknya.
“Jalan keparat!” terdengar Putri Tangguk menyumpah “hari ini kita tidak perlu bekerja padi yang tertuai tumpahkan dijalan ini pengganti pasir, besok kita masih dapat menuai”
Mereka cepatkembali hari itu, padi yang sudah dituai mereka taburkan disepanjang jalan yang mereka lalui dengan begitu jalan tak licin lagi. Sesampai dirumah, Putri Tangguk masih menggerutu menyesali sikap mereka yang selama ini terlena oleh loba sehingga lupa mengurus diri dan anak-anak.
“sudah amat keterlaluan kita ini” kata Putri Tangguk kepada suaminya “tak pernah lagi menyentuh diri, kita asik menjepit tangkai-tangkai padi, baju sudah robek, kutu bergantungan dikepala, hamba tak akan pergi kehuma lagi, biarlah padi-padi membusuk disana, padi yang tersimpan dilumbung takkan habis dimakan seumur hidup, hamba sekarang ingin hidup tenang”.
Putri Tangguk, suaminya dan ketujuh anaknya tidak pernah lagi pergi kehuma mereka mencoba hidup senang. Putri Tangguksudah mulai dapat menenun, baju anak-anaknya sudah dibuatnya, juga baju suaminya. Untuk dimakan padi banyak tersimpan didalam umbungnya, suami menjemur dan menumbuk padi bila persediaan sudah habis, beras itu kemudian disimpannya didalam kaleng.
Suatu hari Putri Tangguk asik bekerja menenun dan menjahit pakaian anak dan suaminya, ia lupa bertanak dan memasak, tanpa disadarinya harti sudah malam, sementara anak-anaknya sudah tertidur semuanya.
Tengah malam, terbangun anaknya yang bungsu sambil menangis minta nasi, tetapi karena kecapaian Putri Tangguk tak mengacuhkannya apalagi untuk menanak nasi.
“Sudahlah” kata Putri Tangguk kesal “jangan menangis lagi esok engkau dapat makan sepuas-puasnya aku letih benar rasanya kalau perlu akan kutanakkan padi ketujuh lumbung itu”. Anak tersebut kembali tidur, tak beberapa lama antaranya terbagun pula anak yang kedua juga merengek minta makan, namun tak dihiraukan sama sekali oleh Putri Tangguk begitulah seterusnya sampai akhirnya terbagun anak yang tertua, tetapi tidak diacuhkan oleh Putri Tangguk.
“Ambil sendiri nasi dalam periuk” bentak Putri Tangguk kepada anaknya yang tertua itu.
“Engkau sudah besar, jangan menuju ibu menyajikan makan tak engkau lihat betapa letihnya ibu menuai tadi siang, apakah engkau tak dapat menanak nasi diperiuk?
Anak tadi pergi kedapur mancari periuk dan membuka tutupnya tetapi dilihaynya periuk kosong tak sebutr nasipun didalamnya
“Mak” terdengar anak tersebut berseru “tak nasipun dialam periuk ini”
“Kemana perginya nasi sebanyak itu tadi?” kata Putri Tangguk
“Kalau ibunda tk percaya, lihat sendirilah kemari” jawab anaknya.
Setelah Putri Tangguk melihatnya ternyata benar periuk kosong sama sekali.
“Biarlah” kata Putri Tangguk, mungkin habis dimakan kucing, bersabarlah engkau menunggu hari siang, esok kita bertanak”.
“Tidurlah!” terdengar suara ayahnya.
“Takkan terpejam mata hamba karena menahan lapar, ayah” jawab anaknya.
“Aku tak berani bertanak nasi” terdengar pula Putri Tangguk berkata “tak elok menampi beras malam-malam, nanti terdengar oleh padi marah mereka”.
Si anak nekad juga hendak bertanak “mana ya beras kita”.
“Di dapu dalam bakul, beras juga tidak ada, anak Putri Tangguk memanggil putrinya kembali.
“Tidak  sebutir beraspun dalam bakul ini bunda” seru anaknya.
Putri Tangguk bergegas pergi kedapur dilihatnya bakul itu benar sudah kosong iapun berkata kepada anaknya “biarlah esok kita menjemur”.
Kita ambil apdi dalam lumbung” terdengar sang ayah menyela. Sebentar kemudian tak terdengar lagi suara keluarga petani tadi lelah tertidur kembali.
Paginya matahari bersinar dengan cahaya yang panas. Suami Putri Tangguk begitu bangun pergi kelumbung hendak menjemur padi tetapi apa yang telah terjadi? Lumbung telah kosong ia cepat menuju lumbung yang lain juga telah kosong, ia cepat menuju lumbung yang lain juga telah kosong didalam ketujuh lumbungnya tak sebutir padipun ditemuinya.
“Kurang ajar! Katanya kepada istrinya “padi kita telah dicuri orang, semua lumbung telah kosong kita akan mendapat kesusahan nampaknya.
Kedua suami istri petani tersebut tidak percaya, mereka kembali memeriksa ketujuh lumbung yang kemarin penuh. Tetapi bagaimanapun ceermatnya meneliti ternyata tak sebutir padipun mereka temui, sementara itu anak-anak mereka sudah bertangisan karena lapar.
Putri Tangguk dan suaminya bergegas berangkat menuju huma, tetapi disana tak sebatang padipun mereka jumpai, usahkan padi jeramipun tidak ada. “kutuk apa yang menimpa kita ini” terdengar suara Putri Tangguk kecemasan “mungkin karena kita menyebarkan padi ketengah jalan kemarin?”
Hari itu keluarga petani yang malang tersebut terpaksa meminjam beras dari tetangganya, kalau tidak mereka akan mati kelaparan, untunglah orang bersedia meminjamkan mereka. Tenggang rasa dan kemanusiaan pada saat yang demikian amat diperlukan oleh keluarga Putri Tangguk.
Malam hari dalam tidurnya, Putri Tangguk bermimpi. Seorang tua dating kepadanya dan berkata “sesuai benar dengan namamu, Putri Tangguk berhuma seluas tangguk, tetapi dapat padi sebanyak bulu dibadan, dan engkau dalam pada itu telah menyerakkan padi disepanjang jalan yang engkau lalui, alasanmu karena jalan licin, engkau tinggalkan padi-padi itu disana bagaikan pasir-pasir melulu, tak tahukah engkau padi hitam yang juga engkau serakkan itu adalah raja kami? Kalau padi biasa mungkin takkan apa-apa. Tetapi raja padi engkau perlakukan sedemikian. Sekarang kami takkan kembali lagi kesini bagimu sudah menanti nasib yang menyedihkan bagi anak cucumu, dapat pagi habis petang, dapat petang habis pagi”.
Putri Tangguk terbangun dilihatnya hari sudah siang, ia menangis terisak-isak bahkan kata pepatah sesal kemudian tidak berguna.


BUKIT SANGGAR PUYUH

Kerajaan Jambi adalah kerajaan yang merdeka dan berdaulat, aman dan makmur. Pemukiman penduduk berupa desa-desa dan dusun-dusun kecil kiri-kanan sungai Batang Hari. Maupun dikiri-kanan anak-anaknya aman dan tentram. Lebih-lebih lagi karena raja memberikan kebebasan kepada kerajaan-kerajaan kecil dalam kerajaan Jambi.
Hubungan kerajaan Jambi dengan kerajaan Johor disemenanjung Malaya teramat erat. Kerajaan-kerajaan kecil merasa manfaat dan faedah bersahabat dengan kerajaan Johor. Tetapi, persahabatan itu terganggu juga akhirnya. Kerajaan-kerajaan kecil tidak tinggal diam, berusaha membela martabat baginda raja Jambi.
Padahal pasalnya sepele, perbuatan raja Johor dinilai memalukan baginda raja Jambi, maka malu harus dibayar malu pula. Perkawinan raja Johor dengan putri raja Jambi tidak jadi “menurut adat Jambi, telah merupakan penghinaan.
“Ya…, Johor menhina Jambi,” ujar baginda raja dalam suatu rapat. “Johor akan kita ajar, walau tidak melalui peperangan.
“Lalu …? Bagaimana cara menebus malu?”
Pertanyaan salah seorang raja dalam rapat itu dijawab oleh baginda raja : “kirim mata-mata kita mesti tahu kekuatan lawan, begitu juga jenis senjata yang mereka gunakan”.
Berarti …., akan kita serang?
“tidak, hanya cukup memberi pelajaran,” jawab baginda raja. “Beta kira tugas kerajaan untuk menembus malu beta percayakan kepada kerajaan Bungin Petar”.
Di Kerajaan Bungin Petar terkenal kegagahan dan keberanian panglimanya, yaitu bernama Pasak Melintang Jambi.
Nama itu dikenal dengan gelar Panglima Beremban Besi. Raja Bungin Petar menjelaskan kepada panglimanya, seorang hulubalang hebat, tentang tugas yang dipercayakan baginda raja Jambi kepadanya.
Panglima Beremban Besi mencari beberapa teman yang bisa dapat dipercaya untuk membantunya. Selama berminggu-minggu kesana-kemari, akhirnya ditemukannya Datuk Suridiraja, diceritakannya sejelas-jelasnya tugas yang diembannya.
“Kerajaan Johor?” gumam Datuk Suridiraja. “kalau begitu aku yang akan menghubungi kawan-kawan kita.”
Tiga hari setelah itu, Datuk Suridiraja telah membawa orang hulubalang tangguh, yaitu Datuk Panglima Agung yang berasal dari kerajaan Aurcino, dan Datuk Puyang Pekak, berasal dari kerajaan Sengalau. Setelah dihadapkan dan dibicarakan panjang lebar tentang rencana keberangkatan mereka ke kerajaan Johor, berkata Panglima Beremban Besi, “Kita melapor dan meminta izin terlebih dahulu kepada Bungin Petar, agar kita dapat menghadap baginda raja Jambi. Tanpa izin raja kita, kita tidak patut dan mungkin tidak akan diterima oleh baginda raja Jambi”.
Baginda raja Jambi menyambut hangat kedatangan keempat hulubalang dan ahli perang dari udik itu. Katanya : “Berangkatlah! Usahakan jangan sampai rakyat banyak dinegeri Johor menjadi korban, cukup menghukum rajanya”.
“Apakah boleh kami membawa senjata untuk penjaga diri?” Tanya Datuk Suridiraja “tentu! Pilih sendiri, mau meriam … ya ambil! Mau senjata lain, silakan! Perbekalan dan perahu layar telah disiapkan”.
Sebelum berangkat mereka berdiskusi. Maklum, dari mata-mata yang dikirin ke Johor diperdapat penjelasan bahwa benteng amat kuat. Dindingnya benteng yang tinggi selain itu pintunya tidak mudah dibuka, untuk menghadapi kekuatan itu, mereka sepakat untuk membawa meriam besar. Pelurunya dipinjam dari Datuk Puyung Pekak, ia berbadan kuat, kebal dan bertelinga tuli. Setelah pintu benteng terbuka, ketiga hulubalang yang diluar akan masuk.
Setelah berjam-jam menanti, timbul kekhawatiran yang merayap kesekujur tiga temannya. Berkata Datuk Berembang Besi, “kita hulubalang buka? Datuk Puyang Pekak tentu telah ditawan musuh. Karena itu, mari kita bersama-sama menerjang pintu benteng, kita tumpahkan kekuatan lahir batin kita”.
“Ayo, kita lakukan sekarang.” Ajak Datuk Panglima Anggun. “Jika kita cepat pulang setelah tugas selesai, kita akan dapat putuh lagi”.
Ketiga hulubalang itu serempak menerjang daun pintu benteng. Daun pintu terbuka dan langsung terjatuh. Begitu ketiga hulubalang itu masuk, mereka terkejut jadinya. Rupanya Datuk Puyang Pekak sedang mandi dengan santai disebuah kolam. Dia ditonton oleh beberapa orang gadis rupawan, tidak tampak rasa malunya, kecuali, tersimpul senyum menyambut khadiran ketiga temannya senyumnya lenyap setelah prajurit-prajurit yang mengawal benteng menyerang ketiga temannya. Mau tidak mau diapun turut bertempur, mayat musuh bergelimpangan.
Pasukan tambahan didatangkan oleh panglima perang kerajaan Johor. Untuk menghindari korban yang lebih besar, maka keempat hulubalang Jambi membumi hanguskan benteng dan rumah-rumah disekitar benteng yang mereka duga sarang musuh. Api besar melahap mangsanya cepat sekali. Hanya sebuah rumah kecil diluar benteng yang sedikitpun tidak dijilat api.
Ada apa didalam rumah itu?” Tanya Datuk Suridiraja
“Kukira ada barang keramat didalamnya”.
“Kita selidiki,” sambung Datuk Panglima Anggun
Betapa mereka gembira, karena benda keramat itu bukan sembarang benda. Dia adalah seorang anak perempuan yang berusia 8 tahun. Cantik sekali kulitnya kuning langsat, rambutnya ikal mayang ada lesung pipit dipipinya.
“Tugas kita selesai,” kata panglima anggun beremban besi. “Gadis ini kita bawa ke Jambi, akan kita serahkan kepada baginda raja.”
Sesampai di istana raja Jambi, mereka disambut dengan upacara kebesaran. Tidak kepalang suka cita beginda raja atas keberhasilan misi keempat hulubalang pilihan itu. Katanya sesaat akan menutup upacara, “Gadis Johor ini beta serahkan kepada kalian berempat, asuh dan didik baik-baik. Anak inilah kelak akan mengeratkan tali persahabatan kita dengan Johor, sehingga tidak lagi timbul dendam kesumat di kemudian hari”.
Si gadis cilik, begitu mereka menamakan anak itu, mereka bawa ke kerajaan Bungin Petar. Disana dikaki bukit yang jauh dari pusat kerajaan, gadis tadi dibawa melihat-lihat orang memikiat puyuh. Disana si gadis cilik belajar memikat puyuh, sebuah bukit yang dongengnya sering ditutur orang.




RIWAYAT SINGKAT RAMBUT PANJANG

Nama Pemilik          : Sikusuk (Panjang Jato)
Usia Pemilik             : 60 Tahun
Panjang Rambut       : 240 CM
Hidup Pada Abad   : 16 Masehi (+ 450 tahun yang lalu)
Desa Asal                  : Air Liki Kecamatan Pembantu Tabir Ulu
Kelainan Fisik          : 1. Payu Dara Hanya Satu
2. Tidak mempunyai pusat

Riwayat yang kami terima dari nenek moyang secara turun temurun yaitu sebagai berikut :
Si Kusuk (panjang jato) berasal dari Sumatra Barat + 450 tahun yang lalu, beliau dating masih dalam keadaan gadis (perawan) dan membawa 6 (enam) orang pengikut yang kesemuanya laki-laki lalu menempati daerah hulu sungai Tabir yang merupakan lokasi penambangan emas maka tertariklah beliau untuk membuat kampung kecil yang sekarang dinamakan dusun Renah kepayang.
Setelah usahanya berhasil maka ia ingin mempunyai suami, dipilihlah salah satu dari pengikutnya untuk menjadi suaminya. Setelah beliau kawin pada malam pertamanya suaminya meninggal dunia, maka dipilih lagi dari salah satu pengikutnya namun pada malam pertama juga meninggal dunia. Begitulah sampai keenam pengikutnya dijadikan suami yang kesemuanya meninggal dunia pada malam pertama.
Dengan peristiwa seorang dengan enam kali kawin, yang keenam suaminya meninggal dunia pada malam pertama, maka berita itu terdengar oleh seorang laki-laki yang bernama Titian Alam (berasal dari Kerinci/ Dusun Lolo), maka timbullah minat untuk menjadi suami ketujuh dari Sikusuk karena ingin tahu kesaktian Sikusuk maka Titian Alam langsung dating ke dusun Renah Kepayang untuk mengemukakan maksudnya, Sikusuk pun menerima maksud permintaan Titian Alam dan langsung kawin.
Pada malam pertama suaminya bertahan supaya jangan tertidur. Karean suaminya bertahan maka istrinya yang tertidur. Setelah istrinya tertidur maka suaminya membuat lukah (alat perangkap ikan) dari bamboo. Sewaktu suaminya sedang meraut bambu disamping disamping kiri istrinya yang sedang tertidur terlihatlah seekor lipan putih keluar dari sanggul rambut istrinya menuju arah suaminya yang duduk meraut bambu, setelah melihat lipan tersebut maka timbullah perasaan suaminya bahwa lipan tersebutlah yang menjadi penyebab keenam suaminya meninggal, lalu berusaha membunuh lipan putih tersebut namun usahanya selalu gagal, karena setiap dipukul tidak mengenai sasaran. Kesibukan itu membuat istrinya terbangun dan melihat suaminya berusaha membunuh lipan putih tersebut maka Sikusuk berkata “Jangan dibunuh lipan itu, karena dia sahabat kita” dan istrinya langsung menangkap lipan putih itu dan kemudian diletakkan diatas kepalanya dan lipan-lipanpun menjalar masuk sanggul rambut istrinya yang terbuat jalinan rambut panjang. Dengan demikian selamatlah suaminya dari peristiwa itu.
Karena suaminya masih ragu-ragu maka dibuatlah suatu karang setu (perjanjian) yang isinya sebagai berikut :
  1. Kalau istrinya menggunting dalam lipatan, menusuk teman seiring atau berlaku serong maka dikenakan sangsi yaitu : keatas tidak berpucuk kebawah tidak berurat ditengah-tengah ditakuk kumbang kunyit ditanam putih isinya kencur ditanam tidak berbau keatas disaksikan oleh bulan dan bintang kebawah disaksikan oleh bumi sisinya.
  2. Kalau suaminya menggunting dalam lipatan menusuk teman seiring atau berlaku serong mendapat sangsi yang sama.

Setelah selesai sumpah karang seto maka timbullah jalinan cinta kasih dalam kehidupan rumah tangga antara Sikusuk dan Titian Alam dan dikaruniai lima orang anak (dua laki-laki, tiga perempuan) sepasang anak Titian Alam dan Sikusuk dibawa ke Kerinci (dusun Lolo) dan yang lain masih tinggal di dudun Renah Kepayang Air Liki kecamatan pembantu Tabir Ulu Kabupaten Bangko.
Pada suatu hari Sikusuk memanggil anak cucunya untuk mengambil rambut panjang pada ubun-ubunnya untuk disimpan dan tidak laam setelah itu Sikusuk meninggal dunia pada usia 60 tahun.

RAJA KOLONG

Dahulu disudut daerah dipinggir Batang Hari, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang belum beristri, namanya kolong.
Suatu hari, baginda pergi berlayar disebuah pulau baginda berhenti dan duduk disebuah batu sambil makan sirih. Sampah sirihnya dibuang diatas batu, kemudian baginda kembali ketempat anak buahnya bekerja.
Ada seekor tabuan terbang rendah. Begitu melihat sepah sirih lalu hinggap, sapah sirih raja kolong tadi diambil dan dibawanya terbang jauh, hingga kedekat tenunan seorang putri yang bernama primping diserambi rumahnya.
Dan ketika itu putri primping ingin sekali makan sirih, tetapi ia malas bergerak, kendatipun untuk mengambil pesirihnya. Tanpa piker panjang lgi sepah sirih punya raja kolong itupun diambilnya dan lalu memakannya. Begitu sirih termakan tubuhnya panas dingin. Berkali-kali ia muntah sampai masa sebulan tahulah dia bahwa dirinya sudah hamil.
Putri tersabung heran dan berusaha untuk mengingat-ingat kembali kalau-kalau ada sesuatu yang terjadi dikarenakan perbuatan seorang lelaki sekampunya. Tetapi tidak ada, melainkan dia hamil karena makan sirih raja kolong tersebut, yang diantarkan oleh seekor tabuan.
Setelah tiga bulan barulah ibu bapaknya tahu bahwa anaknya hamil. Aib telah terjadi didalam keluarga kecil itu. Lalu putri perimping dibuang kedalam rimba, jauh dari kehidupan manusia. Sebelum berangkat putri primping mengambil sebutir telur ayam, beras sebungkusan kecil. Telur tadi diletakkannya didalam bungkusan besarnya juga dibawanya sebilah pisau.
Lama-klamaan didalam rimba telur yang dibawanya menetas, seekor ayam jantan yang btumbuh menjadi besar dan sangat mengagumkan. Ayam inilah yang menjadi teman dan penghibur hatinya. Tak lama kemudian, putri perimping pun melahirkan anaknya seorang laki-laki yang diberi nama bujang laju. Suatu hari putri perimping dikejutkan bunyi gendang dan tawak-tawak dipukuli orang, semakin lama bunyi itupun semakin keras.
“Bunyi apa itu nak?” Tanya putri perimping kepada bujang laju.
“belum pernah rasanya aku dengan bunyi yang demikian”.
“Entahlah, bunda! Jawab bujang laju
“Mungkin isyarat raja yang baru kembali dari berlayar”. Hamba ingin melihatnya.”
“Engkau tak boleh pergi kesembarang tempat!” kata ibunya menasehati. “kita hidup ditengah rimba lengang, jangan-jangan nanti engkau tersesat, kemana harus bunda cari?”
“Tidak!” seru bujang laju
Lalu bujang laju pergi dengan meminta restu kepada ibunya dan meminta pisau untuk menebang kayu dan membuat titian ke negeri raja, serta mengambil ayam. Semakin lama makin panjang pula titian tersebut yang akhirnya tembus kesebuah negeri yang bersih dan ramai akan penduduk dan pohon kelapa.
Berkerumunan ayam betina, bujang laju menghamburkan ayam jantannya. Orang-orang yang melihatnya menertawakan.
“Keganjilan apa pula ini buyung!” kata salah seorang kepada bujang laju.
“Mengapa ayam jantan engkau ada dengan ayam betina.”
“Biarlah!” jawab bujang laju acuh tak acuh. “Hamba takut ayam hamba akan kalah.”
Mendengar tutur yang demikian rupa orang tertawa-tawa karena merasa lucu. Tetapi bujang laju tak marah. Ayam diambilnya dan terus berjalan. Dekat istana raja, ayamnya dihamburkannya dan berkokok serta bersyair
“kuku-kukuruyuk
Raja Kolong pergi berlayar
Makan sirih diatas batu
Sepah digonggong oleh tabuan
Diantarnya kepada putri perimping
Yang asik menenun
Diserambi rumahnya
Sepah dimakan oleh sang putri
Hamillah ia kala itu
Ketika hamil tiga bulan
Dibuang ayah dan bundanya
Kedalam rimba raya
Ya lahir anaknya
Bernama si bujang laju

Pada saat itu Raja Kolong sedang berdiri ditaman, baginda amat takjub mendengar kokok dan syair yang didendangkan ayam jantan bujang laju. Baginda termenung, tetapi kemudian didekati anak lelaki si punya ayam tersebut.
“Hamburkan sekali lagi nak!” pinta Raja Kolong kepada bujang laju. Dihamburkannya lagi ayam tersebut, lalu ia berkokok dan bersyair seperti semula.
“Nak!” kata baginda aku beri engkau makan dan minum, esok engkau kembali lagi kesini.”
Baginda memberinya kain serta baju secukupnya kepada anak laki-laki itu dan dielus-elusnya.
“Berapa orang yang tinggal dirumahmu?”
“Hanya hamba dan ibunda hamba saja tua!” jawab bujang laju
“Ayahmu dimana?”
“Hamba tidak mempunyai ayah, setahu hamba kami hidup Cuma berdua.
“Apakah ibundamu masih muda?”
“Baru hamba seorang tuan, yaitu saya”.
Setelah itu pikiran baginda semakin tak menentu, ia memang pernah dulu dilaut makan sirih diatas batu, sepah sirihnya digonggong seekor tabuan.
Kemudian Raja Kolong menyuruh bujang laju tersebut untuk pulang kerumahnya dengan membawa banyak perbekalan yang diberikan raja dipagi harinya.
Sesampai dirumahnya ditengah rimba, bujang laju segera memanggil ibunya yang telah menunggu dengan cemas.
“O, bunda!” seru bujang laju “Tolong Bantu turunkan barang-barang sebanyak irtu dari pundakku.”
“Ai, dari mana engkau mencuri barang itu?” kata putri perimping kepada anaknya. “Tak elok berbuat demikian nak!” nanti engkau mati dibunuh orang.”
“Hamba tidak mencuri!” jawab bujang laju. Hamba dianugerahi baginda bahkan menanyakan siapa ayah hamba.
“Ai, menagapa kau ceritakan semua itu nak!”
“Baginda Cuma bertanya bunda!”
Esoknya bujang laju berangkat, sesampainya diistana raja ayamnya dihamburkannya lagi dan berkokok dengan syair. Raja kolong mendengar dan menyimaknya benar-benar.
“Kali ini engkau dianugerahi makanan!” kata baginda raja. Kemudian keranjang bujang laju diambilnya. Bagian bawah keranjang diisinya dengan dedak. Aiatasnya baru diisi dan ditaruhnya makanan.
Tak lama berkalan raja kolongsampai dirumah bujang laju dengan mengikuti dedak yang berceceran tersebut. Baginda mengintip dari bawah rumah, sementara diatas rumah terdengar bujang laju bercakap-cakap dengan ibundanya, putri perimping. Tiba-tiba sesuatu yang dipegang perimping lepas.
“O,o, kakak raja kolong!” kata putri perimping
“Benar, akulah raja kolong!” kata putri perimping tak menyadari apa yang diucapkannya
Engkau rupanya dik, yang membuat aku menanggung rindu selama ini.
“Selamat!” kata baginda memcahkan kesunyian.
“Engkau kembalilah! Temui ayah dan bunda, katakana kepada beliau aku mendapat duo sekaki.”
Setelah dipersiapkan semuanya, rombongan hulubalang pun berangkat menjemput raja kolong. Putri perimping serta bujang laju untuk dijadikan permaisurinya. Meski rintangan dan perlawanan dari ayahnya ia mampu untuk bertahan.


ASAL MULA NEGRI JAMBI

Dahulu kala dipulau Sumatra ada seorang gadis cantik bernama Putri Pinang Masak, putri ini sangat terkenal akan kecantikannya. Kulitnya putih kemerah-merahan seperti namanya yaitu kulit pinang yang masak. Siapa yang memandangnya pasti akan terpesona.
Akan tetapi bukan hanya kecantikaan lahiriah gadis itu yang membuat terkenal, melainkan juga sifatnya yang lemah lembut dan baik hati sehingga membuat siapa saja akan selalu menyukainya. Para wanita dan sesame gadis ingin bersahabat dengannya, sedangkan para pemuda dan pangeran berebutan ingin mempersuntingnya namun sejauh itu dia belum bermaksud berumah tangga.
Pada suatu hari datanglah lamaran dari raja yang terkenal kaya raya dan sangat besar kekuasaannya. Jika lamarannya ditolak tentu saja raja akan murka dan timbul peperangan. Padahal sang putri tidak menyukainya karena raja itu buruk rupa.
Putri Pinang Masak mencari akal. Bagaimana menggagalkan lamaran si raja buruk rupa.
Maka ia berkata kepada si utusan, “Baik, lamaran aku terima tapi dengan dua syarat. Pertama, baginda harus mampu membuat istana yang indah berikut isi, perabotan hanya dalam tempo waktu satu malam saja, mulai sore sampai terdengar ayam berkokok bersahut-sahutan.”
“Hamba akan sampaikan, lalu apa syarat yang kedua?” Tanya utusan raja buruk rupa.
“yang kedua, jika bginda raja gagal memenuhi syarat pertama, maka ia harus menyerahkan seluruh harta kekayaannya dan kejayaannya kepada saya.”
Mendengar persyaratan itu sang utusan merah wajahnya. Namun ia tak berani bertindak macam-macam. Ia segera pulang dan menyampaikan persyaratan itu ekpada baginda.
Ternyata baginda menyanggupi syarat itu karena beliau sangat mencintai Putri Pinang Masak.
“Wahai tuanku.” Ujar penasehat kerajaan “Sadarkah tuanku resiko dari persyaratan itu? Jika gagal paduka akan kehilangan kerajaan ini.”
Baginda berdiam beberapa saat. Namun segera berkata “tidak mengapa, bukankah sudah lama aku hidup seorang diri. Kini tiba saatnya aku mengambil seorang permaisuri, aku yakin bisa memenuhi permintaannya.
Baginda segera mengumpulkan rakyat dan ahli pertukangan, bukan hanya tukang dikerajaannya, bahkan ia menyewa dan membayar mahal para tukang dari luar negeri yang bersedia membantunya. Para tukang itu diperintah bekerja dengn cepat karena istana itu harus selesai dalam waktu satu malam.
Pembangunan itu mulai dilaksanakan pada senja hari. Beribu-ribu tukang pandai dikerahkan. Ditempat itu juga dinyalakan beribu-ribu lampu sehingga terlihat terang benderang. Baginda berkeliling memeriksa orang-orang yang sedang bekerja.
Tepat tengah malam, baginda berkeliling lagi, separo pembangunan telah selesai dengan sempurna keindahan yang diperlihatkan oleh istana itu tidak dapat dilukiskan lagi.
Putri Pinang Masak khawatir. Padahal permintaannya untuk membuat istana dalam satu malam hanyalah sekedar alas an yang dicari-cari belaka, agar raja tidak jadi menikahinya. Ternyata baginda sangat nekad, ketika hari menjelang pagi istana itu hampir selesai tinggal melicinkan saja.
Baginda sangat gembira, sebuah kota baru telah muncul ditempat itu dengan tiba-tiba. Sebaliknya, Putri Pinang Masak sangat sedih, ia tidak dapat tidur malam itu, hatinya sangat risau, ia terus mencari akal untuk menggagalkan niat baginda dari timur.
Tiba-tiba Putri Pinang Masak mendapat akal, ia pergi kekandang-kandang ayam, lampu yang sangat terang dipasangnya dikandang-kandang ayamitu sehingga ayam-ayam mengira hari telah siang, merekapun langsung berkokok berulang-ulang baginda dan rakyatnya terkejut.
Dengan sangat berat hati baginda berkata kepada rakyat dan para tukang. “sudah hentikan pekerjaan ini.”
“mengapa baginda? Bukankah pekerjaan ini hampir selesai?” Tanya salah seorang pekerja.
“Betul katamu tetapi kita telah kalah. Dalam perjanjian ini sitana harus selesai sebelum ayam berkokok bersahut-sahutanm, itu berarti hari telah pagi.
Pekerja dihentikan dengan sangat terpaksa, Putri Pinang Masak dating menemui baginda.
“Baginda anda telah gagal memenuhi syarat saya. Apakah istana yang belum selesai ini akan baginda hancurkan lagi?”
Sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat maka baginda raja harus menyerahkan seluruh harta dan kerajaannya. Sejak saat itu negeri timur diganti dengan nama negeri Putri Pinang Masak, gadis cantik itu menjadi raja dinegeri itu. Orang-orang dari negeri lain menyebut negeri itu sebagai negeri pinang. Pinang dalam bahasa Jawa adalah Jambe, maka raja-raja dari Jawa menyebutnya kerajaan Jambe lama-kelamaan Jambe berubah menjadi Jambi.


ASAL MULA NAMA SUNGAI BATANG HARI

Sungai terpanjang di pulau Sumatera adalah Batang Hari. Kata Batang artinya sungai. Namun, orang sudah biasa mengatakan sungai Batang Hari. Bagian terpanjang Batang Hari dan muaranya memang terletak di provinsi Jambi, sebagian kecil bagian hulunya di provinsi Sumatera Barat.
Pada zaman dahulu, ketika penduduk negeri Jambi sudah mulai banyak dan mereka memelukan seorang raja yang bisa memimpin mereka, menyatukan negeri-negeri kecil supaya menjadi satu negeri yang besar, mereka mengadakan sayembara. Barang siapa yang ingin menjadi raja negeri Jambi, harus sanggup menjalani ujian, yaitu dibakar dengan api yang menyala berkobar-kobar, direndam dalam sungai tiga malam, dijadikan peluru meriam ditembakkan, digiling dengan kilang besi yang besar. Penduduk setempat tidak ada yang sanggup menjalani ujian itu. Tokoh-tokoh terkemuka dari desa Tujuh Koto, Sembilan Koto Batin Duo Belas, semua menyerah pada ujian keempat, yaitu digiling dengan kilang besi.
Tokoh-tokoh masyarakat negeri Jambi pada waktu itu lalu bersepakat untuk mencari orang dari luar negeri jambi, yang sanggup menjadi raja negeri Jambi melalui ujian yang telah ditentukan. Perjalanan mencari orang luar negeri Jambi tidak mudah karena zaman dahulu orang harus menempuh jalan setapak, menerobos hutan, menyusuri sungai, menghadapi perampok atau binatang buas. Akhirnya, mereka sampai pada sebuah negeri asing, yaitu indi bagian selatan, yang penduduknya kebanyakan hitam-hitam. Mereka lalu menyebut negeri itu negeri keling (India).
Berkat ketekunan mereka, di negeri Keling itu ditemukan satu orang yang menyatakan kesanggupannya menjalani berbagai ujian dan akan memerintah negeri Jambi dengan bijaksana, serta berjanji akan membuat rakyat Jambi aman, makmur dan sejahtera.
Dengan gembira, calon raja itu dibawa pulang ke negeri Jambi dengan dendang gembira. Perjalanan panjang melayari samudra luas kembali ke negeri Jambi memakan waktu yang lama. Terkadang cemas menghadapi angina topan gelombang setinggi bukit, hujan deras bersampur petir, siang ataupun malam hari.
Selama perjalanan itu, mereka banyak berbincang-bincang dengan calon raja mereka. Dari perbincangan itu mereka tahu calon raja mereka adalah orang yang pintar.
Deburan ombak, hembusan angina, gelap malam atau benderang cahaya bulan, teriknya matahari atau gelap awan hitam, sudah silih berganti. Mereka singgah sebentar di Malaka untuk membeli perbekalan, singgah di negeri Acah untuk beristirahat atau menambah air tawar untuk diminum.
Pada suatu hari, mereka sudah dekat dengan negeri Jambi da sudah memasuki muara sungai yang besar sekali, tempat mereka dulu mencari atau memulai perjalanan. Walau sungai besar itu sudah mereka kenal, sudah mereka layari dengan dendang, dan sudah diminum airnya, tapi mereka juga belum mengetahui nama sungai itu. Ketika mereka ingin menguji calon raja baru itu. Apakah calon raja dari negeri Keling itu mengetahui nama sungai itu atau tidak. Mereka ragu-ragu bertanya karena rasanya kurang sopan bertanya karena hari sudah petang dan pemandangan menjadi remang-remang.
Seorang dari mereka bertanya yaitu orang Batin Duo Belas mengajukan pertanyaan kepada calon raja negeri Keling itu.
“Tuanku calon raja kami. Elok kiranya tuanku jika dapat menjawab sebuah pertanyaan kami.
“Tanyalah mengenai apa saja”.
“Muaro sungai besar yang sedang kita layari ini, apa gerangan namanya tuan?”
“Haa… inilah yang bernama muaro kepetang hari.”
Ternyata calon raja itu menjawab cepat, padahal sungai itu belum pernah dikenalnya.
Para tokoh pencari calon raja itu gembira sekali dan makin kuat tenaganya mendayung kayu pengayuhnya menyusuri sungai itu, menyongsong (melawan) arus menuju desa Mukomuko.
Sesampai didesa Mukomuko, mereka menyebar berita kepada orang ditemuinya. Mereka mengatakan bahwa nama sungai besar di negeri Jambi itu bernama kepetang hari. Setelah bertahun-tahun lamanya, kemudian berangsur terjadi perubahan menjadi sungai petang hari, dan akhirnya menjadi Batang Hari (Sungai Batang Hari).











ASAL-USUL KERIS SIGINJEI

Lambang daerah Jambi terdapat gambar sebilah keris, maksudnya gambar keris itu adalah Keris Si Ginjei. Keris yang paling indah dari keris-keris lainnya dinusantara itu memiliki bisa yang ampuh. Keris Si Ginjei bukan saja dikenal oleh rakyat di sepucuk Jambi sembian lurah, tetapi terkenal pula di nusantara sampai kenegara-negara Eropa.
Asal-usul Keris Si Ginjei ini berasal dari Orang Kayo Hitam, anak bungsu dari pasangan suami istri Datuk Paduko Berhalo asal Turki dan Putri Selaras Pinang Masak asal kerajaan Pagaruyung. Orang Kayo Hitam berusaha membebaskan kerajaan melayu dari beban pembayaran upeti setiap tahun. Upeti berupa pakasam pacat dan kalong itu sekalipun tidak bernilai dipandang oleh Orang Kayo Hitam sebagai tanda takluk. Berarti kerajaan melayu tidak berdaulat dan tidak merdeka penuh. Padahal, hubungan baik antara Melayu dan Mataram ditanah Jawa itu telah cukup lama berlangsung.
Ketika utusan kerajaan Mataram meminta pembayaran upeti, dia disakiti dan dimarah-marahi oleh Orang Kayo Hitam. Sejak kejadian itu Orang Kayo Hitam berusaha membekali diri dengan belajar ilmu bela diri, bahasa Jawa dan adat-istiadat orang-orang Mataram. Sang prabu Mataram tersinggung karena utusannya disakiti dipanggilnya para ahli nujum dan para tukang tenung. Dipintanya ramalan kelebihan dan kekurangan kerajaan Melayu. Tetapi tidak tampak oleh hamba niat buruk penguasa Melayu karena pemuda  itu gagah, tampan, baik budi dan pemuda itu amat sakti. Pemuda itu bernama Orang Kayo Hitam dia akan menginjakan kaki ditana Mataram ini.
Setelah tukang tenung dan ahli nujum itu pulang, usahakan orang dindingpun tidak boleh mendengarkan cakap kita. Sebab rahasia kita dalam menempa senjata ampuh untuk menghadapi Orang Kayo Hitam karena dia amat sakti. Kita tidak menyakiti Orang Kayo Hitam tetapi kita hanya bersiap-siap saja, maklum jika Orang Kayo Hitam berniat jahat, kita dapat membela diri. Ahli nujum menjelaskan “Tempa sebilah keris! Pilih seorang empu yang dipercayai. Menempa keris itu ada syaratnya, yaitu selama 40 malam jum’at kliwon. Bahan-bahannya besi dan baja sembilan macam yang pangkal namanya “P” misalnya parang, paku, tidak boleh dibeli maupun dipinta, tetapi dicuri, masing-masing besi dari sembilan jenis senjata itu dicari dari sembilan desa yang nama masing-masing desa berawal huruf “P” juga missal, Perkalongan, Pamekasan. Jika syarat pembuatan keris itu terpenuhi yakinlah bahwa senjata itu dapat digunakan untuk menaklukkan Orang Kayo Hitam. Di dalam gua yang tersembunyi dari penglihatan orang banyak, dibelakang desa tua bernama Majapahit seorang empu menempa keris yang diperlukan oleh sang prabu Mataram. Orang Kayo Hitam memang sangat sakti, begitu menginjakan kaki ditanah Jawa langsung berubah rupa. Dirinya seakan-akan disulap menjadi pemuda kudisan. Bau busuk dadanya membuat orang-orang yang berpapasan dengannya muntah-muntah. Sikudisan tersesat digua tempat empu menempa keris “hamba tersesat empu!” jawab sikudisan dalam bahasa Jawa yang halus dan sopan. “mohon kerendahan hati empu agar hamba bermalam bersama empu.
Selama ini tidak seorangpun menginjakkan kaki dimuka gua itu, karena dia manusia berbudi timbul rasa kasihan kepada pemuda yang berbau busuk itu. Kali ini kukabulkan permintaanmu. Ingat, jangan berdusta! Pagi-pagi esok engkau mesti pulang ketempatmu. Malam esoknya dating lagi sikudisan, sedikit terjadi pertengkaran, karena si empu tidak mengizinkan si kudisan bermalam lagi disana. Hamba ingin meminta tolong kepada empu untuk menyembuhkan  hamba. Hamba mengindap penyakit yang menjijikkan. Menurut mimpi hamba empu seorang yang mampu menyembuhkan hamba, dengan air bekas merendam keris yang belum siap empu buat sebagai obat. Begitu selesai diteguk, langsung semua kudis didadanya lenyap. Kemudian empu menganggap pemuda itu sebagai anak kandungnya. Setelah tahu empu bahwa pemuda itu adalah Orang Kayo Hitam, si empu tergeletkak pingsan dilantai gua saat itu pula Orang Kayo Hitam mengambil keris yang disembunyikan  empu diusap-usapkannya beberapa kali muka orang tua itu dengantelapak tangan kanan si empu siuman.
Singkat cerita setelah menerima berita bahwa Orang Kayo Hitam telah membunuh si empu 40 prajurit jadi amyat maka segera sang prabu mengadakan sidang darurat. Dalam rapat itu berkata putri ratu “Orang Kayo Hitam tidak boleh dihadapi dengan kekerasan, sebab senjata untuk menaklukkannya sudah ditangannya. Kemudian putri ratu menikah, ketika perias pria akan menukar tusuk konde sanggul Orang Kayo Hitam, si mempelai pria itu marah-marah katanya lebih bernilai gunjaiku daripada serpihan tanduk kerbau orang Jawa. Sejak itulah Orang Kayo Hitam menamakan keris itu gunjai, yang lama-kelamaan menjadi si ginjei dan disiapkan didesa Muara Jambi oleh si empu. Dari cerita tadi, jelaslah bahwa pemegang pertama keris si genjai adalah Orang Kayo Hitam. Pemegang terakhir adalah Sultan Thaha Saifuddin.

Cerita asal-usul keris si genjei berasal dari Desa Muara Jambi, Kabupaten Dati II Batang Hari.
Pameran cerita antara lain :
-          Orang Kayo Hitam
-          Pangeran Wirolang dilaut
-          Sang prabu Mataram
-          Putri Ratu
-          Si empu

TUAN MUDA SENANING

Sebuah negeri di daerah Jambi diperintah seorang raja bernama Sutan Mambang Matahari. Beliau mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tuan Muda selat dan seorang anak perempuan bernama Putri Cermin Cina.
Pada  suatu ketika, datang seorang pedagang muda ke daerah itu, pedangang itu bernama Tuan Muda Senaning. Ia dan anak buahnya langsung merapat dipelabuhan negeri itu. Kedatangan Tuan Muda Senaning diterima Sutan Mambang Matahari dengan sangat baik.
Putri Cermin Cina jatuh hati pada Tuan Muda Senaning, demikian pula sebaliknya. Mereka berjanji hendak membangun rumah tangga. Tidak lama kemudian Tuan Muda Senaning dating melamar kepada Sutan Mambang Matahari. Dengan senang hati Sutan Mambang Matahari menerima lamaran itu. Beliau mengatakan bahwa peresmian pernikahan akan dilaksanakan tiga bulan setelah beliau pulang berlayar.
Sebelum berangkat berlayar, Sutan Mambang Matahari berpesan kepada Tuan Muda Selat agar menjaga Putri Cermin Cina dengan baik, jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah itu, Sutan Mambang Matahari berlayar mencari bekal untuk menikahkan putrinya.
Pada suatu hari, Tuan Muda Senaning dan Tuan Muda Selat asik bermain gasing dihalaman istana. Gelak mereka berderai-derai, makin lama makin asik sehingga orang yang mendengar bisa tergelak-gelak. Hal itu menggugah hati Putri Cermin Cina yang sedang merenda diruang tengah untuk melihat, ia menuju kejendela melihat keasikan tunangan dan kakaknya bermain gasing.
Kehadiran Putri Cermin Cina terlihat oleh kedua orang itu, sambil melihat keanjungan Tuan Muda Senaning melepaskan tali gasingnya, gasing itu mengenai gasing Tuan Muda Selat. Gasing Tuan Muda Selat melayang dan terpelanting tinggi. Tiba-tiba gasing berputar persis diatas kening  Putri Cermin Cina. Kening Putri Cermin Cinapun berlumuran darah, ia jatuh kelantai dan tidak sadarkan diri.
Kedua pemuda yang sedang bermain gasing itu segera berlari keanjungan benarlah, Putri Cermin Cina tidak sadarkan diri, tidak lama kemudian ia menghembuskan nafas terkahir.
Setelah melihat tunangannya meninggal, Tuan Muda Senaning putus asa. Ia melihat ada dua buah tombak bersilang didinding, secepat kilat ditariknya tombak itu. Tombak itu dilemparkannya kehalaman, pangkal tombak menancap ketanah dan mata tombak mencuat keatas. Secepat kilat Tuan Muda Senaning melompat kehalaman mengenai mata tombak yang mencuat itu. Mata tombak menembus perutnya langsung kebelakang, Tuan Muda Senaning tewas seketika.
Tuan Muda Selat segera memanggil masyarakat untuk melihat kejadian itu, ia minta agar kedua mayat orang yang disayanginya itu dikubur segera. Mayat Putri Cermin Cina dimakamkan ditepi sungai, sedangkan mayat Tuan Muda Senaning dibawa anak buahnya kekapal. Kapal itu berlayar keseberang dan mayat Tuan Muda Senaning dikubur disana, tempat itu kemudian diberi nama dusun Senaning.
Tidak lama kemudian, Tuan Muda Selat memutuskan untuk meninggalkan negeri karena ia takut ayahnya akan marah. Iapun mengajak orang-orang kampung untuk ikut serta. Ia membelokkan kapalnya kearah pasang senana. Kemudian, ia menghilang tidak tentu arah. Orang-orang yang ikut dengannya ditinggalkan disebuh tempat. Tempat itu akhirnya disebut kampung Selat.
Sesaat kemudian Sutan Mambang Matahari merapat dengan kapalnya, ia heran melihat kampungnya sepi. Ia naik ke istana, istana juga lengang. Setelah dayang-dayang yang beraa di istana menceritakan kejadian sebenarnya, ia mengetahui apa yang telah terjadi.
Sutan Mambang Matahari merasa sedih, kemudian dengan beberapa pengikut ia berangkat meninggalkan kampung. Ia pergi keseberang dusun, beliau mendirikan kampung disana. Kampung itu terletak diantara kubur Tuan Muda Senaning dan kapal Tuan Muda Selat. Kampong itu diberi nama Dusun Tengah Lubuk Ruso.

TABAH MELENGGANG

Rakyat, raja dan hulubalang yang selama ini aman tentram dikerajaan Teluk Kualosebo, rupanya digemparkan oleh bencana tidak terduga sebelumnya. Dengan mendadak raja negeri alam dengan pasukannya menyerang kerajaan Teluk Kualosebo. Maksud peperangan itu tidak lain, kecuali akan mempermalukan baginda raja kerajaan Teluk Kualosebo. Gadis rupawan, kemenakan baginda, yang akan dikawinkan dengan anak bungsunya. Gadis tersohor kemolekannya itu dirampas oleh raja negeri Bidar Alam dari tanah pagaruyung.
Karena kesaktian sang raja kemudian dia berdo’a agar istrinya jadi ikan palo. Ketiga anaknya jadi ikan tapa. Tiga hari setelah peristiwa itu, pada malamnya ketiga ikan tapa bermimpi yang sama. Ia bermimpi agar anaknya “Tuntut balas, agar orang-orang yang telah memberi malu kita  dibayar dengan balasan yang setimpal. Dikatakannya lagi “ambil sepupumu, putri kesumba ampai! Bawa kenegeri kita, agar dia kawin dengan engkau, kudung!
Ketiga ikan tapa serempak berangkat menuju kenegeri Bidar Alam dalam wilayah kekuasaan kerajaan Pagaruyung di Ranah Minang. Namun ditengah perjalanan banyak rintangan yang mereka jumpai namun berkat do’a dan kegigihan mereka mampu melewatinya. Di air yang tenang tidak jauh dari tepian istana raja, sebuah menteban terbuat dari kawat baja telah dipasang orang. Menteban raksasa itu siap pula menerima tamunya. Kemudian kudung terjebak masuk kedalam menteban.
Tembaga menangis, tidak tahan hatinya melihat penderitaan adiknya yang tidak suka mengikuti nasehatnya. Ibunyapun titik air matanya. Tidak menagis keras karena melenggang telah berdo’a “Jika benar ayah kami seorang raja bertuah, raja keramat, moga-moga Allah Taala mengabulkan do’aku. Ya Allah banjirkan negeri Bidar Alam sampai sebatas lantai anjung yang dijadikan tempat Putri Kesuba Ampai. Perkenankanlah do’a yang teraniaya ini, Amin!”
Belum kering liur Melenggang mengucapkan do’a begitu, hujan lebat turun. Halilintar dan petir mengingkah pekik-pekik histeris penduduk ibukota negeri Bidar Alam. Sungguh mengerikan dalam malam gelap gulita banjir banding telah menenggelamkan ibukota. Mungkin tidak seorang penduduk yang selamat, kecuali Putri Kesumba Ampai.
Suara gadis cantik jelita minta tolong terdengar lantang oleh melenggang, tembaga dan ikan palo, ketiga ikan itu mendekatinya. Begitu mereka melihat Putri Kesumba Ampai dianjung yang hampir terendam air itu, ketiga ikan itu kembali menjadi manusia.
“Melenggang,” ujar ibunya. “Bunda dan tembaga menjaga Putri Kesumba Ampai, engkau lepaskan adikmu, buka menteban yanga da didasar air, dimuka istana”.
“Bagaimana bunda, aku telah jadi manusia, mana sanggup aku menyelam lama-ama.
Berdo’a! ayo pergilah!”
Berkat do’a yang dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, mudahlah baginya melepaskan adiknya dari dalam menteban yang terkunci itu. Kudung yang seger ingin jadi manusia menyuruh kakaknya naik dipunggungnya. Dibawanya berenang menuju ketempat keberadaan tunangannya.
Akhirnya, mereka kembali kekerajaan Teluk Kualosebo untuk membangun kembali kerajaan yang telah porak-poranda itu.
  
MITOS AIR HITAM DAN AIR JERNIH

Daerah air hitam dikabupaten sarolangun terkenal memiliki banyak cerita mitos. Salah satu mitos yang cukup terkenal adalah asal usul penamaaan desa air hitam dan desa jernih. Menurut cerita, dahulunya orang – orang suku anak dalam (SAD), yang lebih dikenal dengan suku kubu, pernah memperdebat tentang air kopi dan air bening. Menurut sebagian masyarakatnya, jika di timbang maka air kopi ebih berat dari air bening. Sebagian lagi mengatakan bahwa air bening lebih berat dari air kopi. Agar tidak ada lagi pertentangan, maka diadakanlah pembuktian tentang hal tersebut dengan cara menimbangnya.
Penimbangan tersebut dilakukan oleh datukl Temenggung Merah Mato Di Puncak Bukit Dua Belas yang disaksikan oleh penghulu- penghulu dan dubalang-dubalang suku kubu yagn ditimbang pertama kali adalah masing –masing gelas tempat kopi dan air bening itu akan dituang. Berat kedua gelas ternyata seimbang. Kemudian air kopi dan air bening tadi dimasukkan kedalam gelas – gelas tersebut ternyata kedua gelas air itu juga memiliki berat yang sama.
            Melihat kejadian itu, Datuk Temenggung Merah Mato menyatakan bahwa air kopi dan air bening memiliki berat yang sama. Namun, tidak lama kemudian, tiba-tiba dating angina yang sangat kencang dan menggoyang timbangan yang dipegang oleh Datuk Temenggung Merah Mato. Gelas yang berisi air bening terpelanting dan jatuh di desa jernih. Sedangkan gelas yang berisi air opi terpelanting kea rah bukit Suban yang ada di muara desa air hitam.
            Maka sejak saat itu masyarakat suku kubu mempercayai bahwa nama desa air hitam dan desa jernih berasal dan air kopi dan air bening yang ditimbang oleh datuk temenggung merah mato di puncak bukit dua belas.
  

PUTI SERUBUT TALI NYAWA

Puti serubut tali nyawa dan puti selerang  mata ikan bersepupu. Mereka besepupu kedua putri itu tinggal di rumah tuan muda permai karena orang tua mereka telah meninggal dunia. Mereka diasuh ibu tuan muda permai. Akan tetapi, ibu tuan muda permai lebih menyayangi puti selarang mata ikan dari pada puti serubut tali nyawa.
Puti serubut sering menangis karena ibu tuan muda permai membedakan dirinya dengan selerang mata ikan. Tuan muda permai pergi belayar dan menitipkan puti serabut tali nyawa kepada ibunya. Sepeninggalan tuan muda permai, ibu tuan muda permai berkata kepada puti serabut tali nyawa dan puti selarang mata ikan. Pergi kehutan untuk mencari kayu.
Ibu tuan muda permai dan puti selarang mata ikan meninggalkan puti serabut tali nyawa di dalam hutan. Puti serabut dibuang agar di makan binatang buas. Ibu tuan nuda permai membunuh kucing kumbang dan dikuburkannya untuk mengatakan kepada tuan muda permai bahwa puti serabut tali nyawa telah meninggal.
Puti serubut tali nyawa menangis di tengah hutan dan hari sudah gelap datanglah seekor burung janganlah menangis. kamu sudah di buang orang ujar burung ikutilah jalan kearah matahari puti serubut dan ia pun mengikutinya dan puti serubut menemukan pohon durian yang besar lalu disuruh naik pohon durian tersebut oleh burung puti serubut melihat tangga ia naik tangga itu sampai dahan keempat didahan itu ada sebuah rumah yang bagus dan mungil ada diatas pohon durian, putih serabut pun heran dan memasuki rumah itu, dirumah itu ada peralatan tidur, makan dan lain-lain.
Tuan muda permai pulang dari berlayar dan ibu tuan muda mengatakan kalau puti serubut tali nayawa telah meninggal.
Tuan muda permai pu menagis tiada henti. Ia menyesali kepergiannya. Perahu yang berisi barang-barang didorongnya ketengah lautan.
Sejak itu Tuan Muda Permai sakit keras, burung teman putu serubut mengetahui hal itu diapun berkata kepada Puti Serubut.
Puti Serubut memasak nasi kemudian mengepal nasi menjadi tiga kepala. Burung mengantarkan kepada Tuan Muda Permai, dan mengambil nasi yang dibawa burung itu lalu Tuan Muda Permai memakannya, Tuan Muda Permai pun sembuh. Tuan Muda Permai meminta buah durian dan hanya ada satu batang pohon durian yang berbuah dan batangnya sangat tinggi, tiba-tiba jatuh durian dekat Tuan Muda Permai.
Tuan Muda Permai mengambil dan menggali kubur yanga da dihalaman rumah ternyata Tuan Muda Permai menemukan bangkai kucing kumbang.
Ibu Tuan Muda Permai pun mengatakan kalau Puti Serubut Tali Nyawa telah dibuang ibu ingin kamu menikah dengan puti selerang mata ikan.
Tuan Muda Permai menyuruh ibunya mengantarkan ketempat ibunya mendapatkan seulas durian. Setibanya disana Tuan Muda Permai duduk dibawah pohon durian, ia menunggu durian jatuh akan tetapi tidak seulas durianpun yang jatuh.
Tuan Muda Permai pun menyuruh ibunya pulang. Ia akan menunggu durian jatuh sampai kapanpun.
Burung menyuruh puti serubut tali nyawa mengulurkan tali, puti serubutpun mengulurkan tali kebawah, Tuan Muda Permai melihat tali itu. Tanpa piker panjang, ia memegang tali itu dan naik mengikuti tali.
Alangkah terkejutnya Tuan Muda Permai melihat bawa didalam rumah mungil itu berdiam puti serubut. Ia langsung memeluk puti serubut sambil menangis bahagia. Tiada terkatakan kebahagiaan mereka. Sejak itu, mereka hidup bersama untuk selama-lamanya.

  
BUKIT KANCAH

Pada zaman dahulu kala hidup tiga kakak beradik dinegeri tanjung, ketiga bersaudara  itu yatim piatu. Untuk melangsungkan hidupnya mereka berusaha sendiri sekuat tenaga untuk mendapatkan makanan dan minuman, orang lain tidak ada yang memperdulikannya.
Si sulung, si tengah maupun si bungsu, mereka seia sekata, bahkan tidak ada cekcok.
“Bang”, kata anak perempuan berusia 7 tahun kepada kedua kakaknya. “Orang-orang negri Tanjung ini bukan saja tidak memperdulikan kita, mereka bahkan membenci kita.”
“Biarlah bungsu!”, jawab kakak sulungnya “Allah Taala tidak buta dik! Orang-orang negri ini tidak mempedulikan kita, mungkin orang lain akan menghiraukan kita.”
“Benar kata  sulung, bungsu!” sambung si tengah. “Bagi kita perlu seia sekata. Entah kelak ada makhluk lain yang akan membela kita, di dunia ini bukan hanya negri Tanjung, bungsu!”
Benarlah yang terjadi, mahluk siluman sejenis  mahluk yang tidak tampak wujudnya itu membesarkan dan mendidik mereka, karena cukup lama bergaul dengan mahluk halus itu, ketiga anak manusia itu mampu pula berbuat sebagaimana yang dilakukan siluman, baik yang membuat dirinya tidak dapat dilihat orang.
Negri Tanjung aman tentram selama ini, rupanya diganggu oleh orang-orang serakah. Ada pihak luar yang iri atas kemakmuran masyarakat Negri Tanjung. Kedaulatan dan kemerdekaan rakyat negri Tanjung akan dilenyapkan dengan kekuatan senjata. Segenap potensi rakyat dikerahkan untuk membela negri.
Rapat para pemuka masyarakat termasuk para hulubalang diadakan. Dalam rapat ini berkata salah seorang hulubalang. “Saya setuju menghimpun kekuatan dengan membuat benteng pertahanan serta mengerahkan para pemuda pria dan wanita untuk memanggul senjata. Namun begitu, apakah tidak baik kita panggil ketiga anak yang selama ini dilupakan oleh kita semua?”
“Maksud dubalang, siapa mereka?”
“Itu, si ketiga anak yatim piatu yang mampu berperan sebagai siluman. Saya pernah berpapasan dengan mereka pada suatu hari. Ketika si bungsu mendekati pohon jambu air di depan rumah saya, saya menegurnya dengan keras: “Hai kamu, mau apa?” seketika itu mereka tidak tampak wujudnya, hanya suara si sulng kudengar.
“Salahmu, bungsu! Tidak boleh mengambil miliki orang tanpa seizing yang punya.”
“Tunggu sebentar”, ujar datuk penghulu. “Jika benar mereka bisa menghilang, akan kita manfaatkan untuk apa kelebihan mereka itu?”
Salah seorang ulama menyela: “ketiga anak itu benar telah memiliki ilmu siluman. Barangkali jika mereka dipersenjatai, mereka gampang masuk ketengah-tengah pasukan musuh. Dengan mudah pula mereka ….., ya…., pokoknya asal mereka diberi wewenang untuk mengusir musuh Negri Tanjung ini”.
Karena ketiga anak itu telah paham betul bahwa negrinya terancam nusuh dari luar telah mengepung, maka tugas diberikan kepada mereka diterima dengan rasa percaya diri.
“Kita terima tengah, bungsu! Kita tidak memerangi orang baik-baik tapi bagi orang yang jahat, apalagi bagi orang-orang akan merampas kedaulatan dan kemerdekaan negri, merupakan perang sabil bagi kita.”
“Betul katamu bang, tapi bagaimana si bungsu?”.
Setelah cukup lama anak lelaki itu bertukar pikiran, akhirnya diputuskan untuk menyembunyikan si bungsu dibawah sebuah kancah. Kancah yakni kuali berukuran besar mereka pinta dari datuk penhulu. Tanpa bertanya kegunaannya, dengan rela datuk penghulu memberikan sebuah kancah.
“Dik, duduklah dengan tenang! Kami akan menyungkupkan guna melindungi dirimu dari mara bahaya. Kami akan membuat engkau tertidur nyenyak dibawah kancah. Tidak seorangpun akan melihatmu setelah kami menang, dalam menghadapi musuh, engkau akan kami bebaskan dari sungkupan kancah ini”.
“Baiklah bang, jangan lam-lama meninggalkan aku.”
Musuh akhirnya dapat mereka usir, para lascar dengan gagah berani maju kemedan laga, dan kedua anak berilmu siluman itu amat sukses dalam mengobrak-abrik garis pertahanan musuh, sehingga musuh mundur dengan meninggalkan korban tidak sedikit. Kini Negri Tanjung berangsur-angsur kembali normal. Rakyat leluasa melakukan pekerjaan mereka masing-masing, si sulung diberi anugrah jabatan penting yakni panglima lascar Negri Tanjung adiknya si tengah sebagai komandan pasukan pengawal Datuk Penghulu. Kakak beradik itu makin dikenal dimata rakyat, kemegahan yang dibayar dengan mahal itu tidak bertahan lama. Sekelompok hulubalang yang merasa iri karena si sulung diberi jabatan sebagai pemimpin mereka, mudah sekali kena hasut musuh, mereka dengan dibantu musuh berkomplot untuk mengadakan pemberontakan.
“Bagaimana tindakan kita?” Tanya Datuk penghulu kepada si sulung dan si tengah setelah diperintahkan menghadapinya.
“Tampaknya pemberontakan tidak laam lagi akan pecah rakyat negri ini tidak lagi tentram, nelayan, bahkan sampai kepada para pembantu utama kita”.
“Apa tuntutan mereka, datuk penghulu?” Tanya si tengah.
“kalian berdua dipecat. Selain itu mereka meminta supaya aku mengirim upeti kepada musuh kerajaan entah setiap tahun berupa emas dan perak, keterlaluan!”.
“Jika mereka menghendaki kami dipecat, ku kira dapat datuk kabulkan. Tapi, jika setiap tahun membayar tanda takluk berupa upeti apapun barangnya, kukira penghinaan. Sama saja dengan dijajah tuk.”
“Kedua-dua aku tidak setuju!”
“berarti tuk, senjata dan kemampuan kita akan berbicara saya dan setengah akan menyiapkan pasukan dari rakyat negri ini.”
Kedua orang yang ditugasi itu mulai menggalang kekuasaan. Masih cukup banyak rakyat yang setia kepada Negri Tanjung. Dengan kekuatan itu, untuk menumpas pemberontakan yang telah menguasai separo negri. Cukup banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak. Si sulung sendiri tewas di medan laga, si sulung yang tidak sepenuhnya dilindungi kemampuannya menghilangkan wujud diri itu telah gugur sebagai kusuma negri. Sekalipun pemberontakan telah ditumpas hanya dalam tempo 3 hari tiga malam, ternyata harganya cukup mahal bagi Negri Tanjung.
Negri Tanjung dan rakyatnya bukan memeriahkan kemenangan, tetapi berkabung selama 7 hari dengan memasang bendera setengah tiang. Sebagai penghormatan kepada jenazah panglima lascar Negri Tanjung yang gagah berani itu.
Sebagai penghargaan jabatan penting itu dipercayakan oleh datuk penghulu kepada si tengah. Jabatan si tengah semula di embank oleh dubalang merah mato, seorang hulubalang yang setia kepada negri.
Kesetiaan si tengah mendapat pujian dari datuk penghulu, rupanya bukan jabatan itu saja sebagai imbalan jasanya, juga anak perawannya yang cantik jelita itu diserahkan pula. Jadilah si tengah menantu datuk penghulu.
Tiga bulan kemudian, si tengah berkata kepada istrinya, “Dinda, aku bersenang-senang di istana tetapi dinda, seorang yang hampir sebaya denganmu hampir terlupakan.”
“Apa maksudmu?”
“adik kandungku, dinda! Sekitar tujuh tahun silam dia kami sembunyikan dibawah sebuah kancah diujung negri kita. Apakah dia masih hidup, entah bagaimana” aku ingin ketempatnya, dinda! Akan kukatakan kepada datuk penghulu bahwa aku meminta izin barang seminggu.
“O ya, aku mengerti kanda,” sambung istrinya.
“Aku sendiri saja kanda, sebab orang berbadan dua seperti keadaanmu sekarang tidak boleh berjalan jauh.”
Bergitu sampai ditempat kancah yang telah disemaki oleh rerumputan dan tanaman liar itu, berteriak si tengah “Bungsu, bungsu! Kakakmu, si tengah telah dating! Engkau dengan teriakanku?”.
“Aku mendengar suaramu, bang! Bebaskanlah aku dari kancah yang menyungkupi diriku. Jadikanlah aku sebagai manusia biasa.”
“Berdo’a dik bungsu! Aku sekarang akan mencoba, sekalipun aku ragu atas kemampuanku. Aku akan menggunakan aji siluman”.
“Ya, aku berdoa! Cepatlah bang! Tidak tahan lagi bertahun-tahun aku dibawah kancah.”
Isak tangis si tengah tidak reda-reda. Dia berusaha sekuat tenga dan kemampuannya, tetapi gagal membebaskan adik kandungnya itu. Maklum, yang memberikan ajian ketika si bungsu disungkup adalah si sulung. Si sulung sudah tiada. Berarti pupuslah harapan untuk bertmu muka dengan si bungsu.
Kini dia kembali ke istana dengan langkah lunglai. Istrinya menangis setelah mengetahui kejadian yang baru diceritakan suaminya.
Pada malam harinya, disaat-saat fajar sidik mulai muncul diufuk timur, si tengah bermimpi adiknya tampak kurus bagaikan tengkorak hidup. Namun begitu, adiknya mampu tersenyum beberapa saat setelah itu langsung berpelukan. Seakan-akan adik-kakak tidak mau lagi berpisah dengan suara parau si bungsu berkata, “abang akan membebaskan daku, sekalipun si sulung telah tiada”.
“Entahlah, bungsu! Ilmu siluman untuk membebaskan kamu hanya abang sulung yang tahu.”
“Dengarkan, bang tengah! Abang pinta bantuan orang lain. Jika akan abang kerjakan sendiri bisa juga tetapi cukup berat mengerjakannya”.
“Jelaskan kepadaku, dik bungsu! Akan abang laksanakan, karena masih banyak orang Negri Tanjung yang baik budi”.
“Pertama bang, baca dengan betul AL Qur’an hingga tamat dari awal hingga akhir 30 kali dalam semalam. Kedua, sembelih tiga ekor kerbau putih dagingnya berikan kepada orang-orang di Negri Tanjung. Setelah itu, pintalah orang-orang membantumu dengan do’a, Insya Allah abang akan dapat melihatku, karean aku bebas dari sungkupan kancah.
Mimpi itu disampaikan oleh si tengah kepada istrinya dan kepada mertuanya. Alangkah gembira hati istrinya mendengar mimpi itu, karena besar kemungkinan tidak lama lagi dia akan dapat bersua dengan iparnya. Tapi kegembiraan itu segera pupus, karena ayahnya berkata, “Untuk membaca Al Qur’an secara betul sebanyak 30 kali dalam satu malam tidak sukar. Kita kumpulkan 30 orang para qori dan qoriah negri kita. Tapi, untuk mendapatkan 3 ekor kerbau putih akam memakan waktu lama.
Ya …., kita usahakan juga!”
Ternyata setelah empat purnama berlalu, tidak seorangpun menemukan kerbau putih seekorpun. Apalagi untuk mendapatkan sebanyak tiga ekor. Akhirnya si tengah, istrinya dan segala orang-orang yang prihatin atas kejadian, semuanya menyerah kepada nasib, hanya do’a yang mengiringi mereka, agar si bungsu diterima disisi Allah Taala pada tempat yang baik.
Kancah penyungkup si bungsu lama-kelamaan berubah wujud menjadi bukit. Dari wujud besi menjadi wujud tanah berbatu-batu. Itulah yang sekarang dinamakan bukit kancah.

PUTRI SEDORO PUTIH
            Cerita ini berasal dari suku hilir madras. Dahulu di sebuah desa terpencil hidup tujuh orang bersaudara. Nasip mereka sungguh malang, mereka sudah menjadi yatim piatu semenjak sibungsu lahir  tujuh saudara itu terdiri dari enam orang laki-laki dan seorang perempuan. Sibungsu itulah yang perempuan, namanya putri sedoro putih.
            Tujuh orang bersaudara itu hiadup sebagai petani dengan menggarap sebidang tanah  ditepi hutan. Si bungsu sangat disayang ke enem saudaranya. Mereka selalu memberikan pelindung bagi keselamatan si bungsu dari segala macam mara bahaya.
            Sengaja kebutuhan si bungsu mereka usahakan terpenuhi dengan usaha sekuat tenaga pada suatu malam, ketika putri sedoro putih tidur, ia bermimpi aneh ia didatangi seorang laki-laki tua
            “ putrid sedoro putih, kau ini sesungguhnya nenek dari keenam saudaramu itu. Ajalmu sudah dekat karena itu bersiaplah engkau menghadapinya.”
            “ saya segera mati ?” Tanya putrid sedoro putih dengan penuh penasaran. “Benar . dan dari pusara kuburmu nanti akan tumbuh sebatang pohon yang belum pernah ada pada masa ini. Pohon itu akan banyak memberi mamfaat bagi umat manusia.
            Setelah memberi pesan demikian lelaki tua itu lanyap begitu saja, sementara putrid sedoro putih langsung terbangun dari tidurnya. Ia duduk termangu memikirkan arti mimpinya.
            Putri sedoro putih sangat terkesan akan mimpi itu sehingga setiap hari ia selalu terbayang akan kematiannya. Makan dan minum terlupa olehnya hal ini mengakibatan tubuhnya menjadi kurus dan pucat.
            Saudara sulung sebagai pengganti orang tua nya sangat memperhatikan putri sedoro putih. Ia menanyakan apa sebab adiknya sampai bersedih hati seperti itu. Apakah ada penyakit yang diidapnya sehingga perlu segera di obat ? jangan terlambat di obati sebab akibatnya menjadi parah.
            Dengan menangis tersedu-sedu putri sedoro putih manceritakan semua mimpi yang dialaminya beberapa waktu yang lalu. Kata putri sedoro putih , “kalau certa dalam mimpi itu benar, bahwa dari tubuhku akan tumbuh pohon yang mendatangkan kebahagiaan orang banyak, aku rela berkorban untuk itu. “
            “Tidak, adikku jangan secepat itu kau tinggalkan kami. Kita akan hidup bersama, sampai kita memperoleh keturunan masing-masing sebagai penyambung generasi kita. Lupakanlah mimpi itu. Bukankah mimpi itu hiasan tidur bagi semua orang ?” kata si sulung menghibur adiknya.
            Hari-hari berlalu tanpa terasa. Mimpi itu pun telah dilupakan putri sedoro putih. Ia telah kembali seperti semula, seorang gadis periang, yang senang bekerja dihuma. Hasil panenpun telah di himpun sebagai bekal mereka selama semusin.
            Pada suatu malam, tanpa menderita sakit terlebih dahulu putri sedoro putih meninggal dunia. Ke esokan harinya, keenam saudaranya menjadi gempar dan meratapi adik kesayangannya itu. Mereka menguburkannya tidak jauh dari kediaman mereka.
            Seperti telah di ceritakan oleh putri sedoro putih, di tenggah pusarannya tumbuh sebatang pohon asing. Mereka belum pernah melihat pohon seperti itu. Pohon itu mereka pelihara dengan penuh kasih sayang seperti serawat putri sedoro putih. Pohon itu mereka beri nama sedoro putih.
            Disamping pohon itu, tumbuh pula pohon kayu kapung yang sama tinggi dengan pohon sedoro putih. Pohon itu pun di pelihara sebagai pohon pelindung. Lima tahun kemudian, pohon sedoro putih mulai berbunga dan berbuah. Jika angina berhembus, dan kayu kapung selalu memukul tangkai buah sedoro putih sehingga menjadi memar dan terjadilah peregangan sel-sel yang mepermudah air pohon sedoro putih mengalir kearah buah.
            Pada saat hari, seorang saudara putri sedoro putih berziarah kekubur itu ia beristirahat  leleh sambil memperhatikan pohon kapung selalu memukul tangkai buah pohon sedoro putih ketika angin semilir berembus.
            Pada saat itu, dating seekor tupai menghampiri buah pohon sedoro putih dan mengigitnya sampai buah itu terlepas dari tangkainya. Dari tangkai buah yang terlepas, keluarlah cairan kuning jernih. Air itu di jilat tupai sepuas-puasnya. Kejadian itu diperhatikan saudara putri sedoro putih sampai tupai  tadi pergi meninggalkan tempat itu.
            Saudara putri sedoro putih mendekati pohon itu. Cairan yang menetes dari tangkai buah ditampungnya dengan telapak tanggan lalu di jilat untuk mengetahui rasa  air tangkai buah itu. Ternyata, air itu terasa sangat manis. Dengan muka berseri, ia pulang menemui saudara-saudaranya.
            Semua peristiwa yang disaksikannya, diceritakan kepada saudar-saudaranya untuk dipelajari.cerita itu sungguh menarik perhatian mereka. Lalu, mereka pun sepakat untuk menyadap air tangkai buah pohon sedoro putih.
            Tangkai buah pohon itu dipotong dan air yang keluar dari bekas potongan di tampung dengan tabung dari seruas bamboo yang disebut tikoa. Setelah satu malam, tikoa itu hamper penuh, perolehan pertama itu mereka  nikmati bersama.
            Perolehan mereka semakin hari semakin banyak karena beberapa tangkai buah yang tumbuh dari pohon sedoro putih sudah mendatangkan hasil. Akan tetapi timbul suatu masalah bagi mereka karena air sadapan itu akan masam jika disimpan terlalu lama. Lalu, mereka sepakat untuk membuat suatu percobaan dengan memesak air sadapan itu sampai kental. Air yang mengental itu didinginkan sampai keras membeku dan berwarna coklat kekunungan.
            Sejak peristiwa itu pohon sedoro puth di sebut pohon enau atau aren air yang keluar dari tangkai buah dinamakan hira, sedang air hira yang dimasak mengental dan membeku dinamakan gula merah, gula merah ini yang sangat bermamfaat bagi manusia baik sebagai bahan masak makanan dan minuma ataupun bahan sebagai bahan pemanis jamu tradisional.


BUJANG SELAMAT
            Raja mempunyai seorang anak yang bodoh tetapi patuh. Anak tersebut yang bernama baidawi yang sering di panggil pangeran muda. Kerajaan ini disebut kerajaan merlung raya. Kerajaan merlung rayua sangat bersahabat dengan kerajaan pelabuhan dagang. Namun kerajaan pelabuhan dagang telah tersohor akibat ulah putri rembulan yaitu anak tunggal raja batuah. Sudah penuh rumah tahanan oleh pemuda yang mengadu untung untuk menebak teka- teki sang putri rembulan. Yang akan mempersuntingnya.
             Kini tibalah sangatnya pangeran muda yang akan menjawab teka-teki putri rembulan. Maka pada suatu malam dipanggilah seorang budak sebagai pengembala kambing yang tinggal di rumahnya, budak tersebut bernama bujang selamat oleh pengeran muda. Malam itu bujang selamat berbicara empat mata bersama pangeran muda. Yaitu oleh pangeran muda. Bujang selamat diminta untuk menyamar sebagai dirinya (pangeran muda) karena besok pagi giliran pangeran muda yang akan menebak teka-teki putri rembulan. Akhirnya bujang selamat setuju menyamar sebagai pangeran muda dan pangeran muda menyamar sebagai bujang selamat. Pada suatu malam mereka berlatih untuk melaksanakan peran masing-masing.
            Matahari muncul diupuk timur, bujang selamat tiruan dan pangeran muda tiruan berangkat menuju alun-alun kerajaan pelabuhan dagang. Putri rembulan telah duduk di alun-alun untuk siap memberi teka-teki isarat kepada pangeran muda samaran itu yang tak seorang pun yang tahu. Putri mulai menyampaikan teka-tekinya kepada pangeran muda yang di saksikan oleh halayak ramai. Teka-teki yang pertama yaitu putri mengacungkan jarinya diatas kepala seakan–akan membentuk lingkaran. Kemudian dijawab oleh pangeran muda dengan isyarat tangganya dijulurkan kedepan dengan telapak tangannya tebuka. Orang-orang tahu isyarat tersebut mengatakan tidak, teka-teki yang kedua yaitu putri mengacungkan dua jari kanannya keatas, kemudian dijawab oleh pangeran muda dengan bahasa isyarat seperti yang dilakukannya tadi dan teka-teki terakhir yaitu putri mengacungkan telunjuk tangan kanannya keatas, tampak pangeran muda dengan mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali. Semua teka-teki putri rembulan telah dijawab betul oleh pangeran muda, semua orang yang hadir saat  itu menjadi sorak-sorai dan disertai tepuk tangan.
            Akhirnya pangeran muda dinikahkan dengan putri renbulan, pesta pernikahan tersebut berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Setahun kemudian pangeran muda dididik dan diajari oleh sekelompok guru, dinobatkanlah beliau jadi raja kerajaan pelabuhan dagang.
            Rupanya raja muda itu tidak sanggup menyimpan rahasia maka pangeran menceritakan semua yang telah menjadi permaisurinya. Bahwa semua itu adalah kebohongan, pangeran muda yang sebenarnya adalah bujang selamat dan sedangkan bujang selamat adalah pangeran muda.
            Tetapi permaisuri berhati mulia,mau menerima bujang selamat yang sebenarnya itu menjadi pangerannya, akhirnya pangeran muda yang sebenarnya dipanggil oleh raja dan permaisurinya untuk dijamu makan malam bersama, saat itu juga pangeran dan permaisuri mengucapkan banyak terima kasih,karena pangeran mudalah raja dan permaisuri bias bersatu dan bersama.


CINCIN CINTA-CINTA

Tersebut dalam cerita rakyat Jambi bahwa pada masa lalu wilayah Sepucuk Jambi Sembilan Lurah belum ada rajanya. Ada beberapa (wilayah) di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah yang mempunyai kebebasan  sendiri-sendiri dalam mengatur pemerintahan masing-masing yaitu : Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muarasebo, dan Batin Duo Belas.
Di negeri Tujuh Koto dipimpin oleh ketujuh hulubalangnya, Sembilan Koto dimpimpin oleh kesembilannya pula. Petajin begitu pula Muarosebo dan Batin Duabelas masing-masing dipimpin oleh beberapa hulubalang. Hulubalang-hulubalang pada setiap negeri itu merupakan tim dalam menjalankan pemerintahan.
Di dusun Mukomuko dalam wilayah Batin Duo Belas, terdapat sebuah istana dikaki bukit siguntang. Istana itu pelambang adanya raja bagi negeri-negeri tersebut, dengan istana itu pula Batin Duo Belas dianggap sebagai pusat pemerintahan. Oleh karena itu, sering para hulubalang negeri tersebut mengadakan musyawarah didusun muko-muko yang tersuruk dipedalaman Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Pada salah satu musyawarah mereka dimuko-muko itu mereka bersepakat untuk memilih seorang raja dari para hulubalang yang ada di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Pemilihan didasarkan pengujian yang persyaratan telah mereka tetapkan. “supaya pengujian berjalan lancar”. Ujar salah seorang hulubalang dari negeri batin duobelas, “kita umumkan segenap lapisan masyarakat bahwa pemilihan seorang raja akan terbuka bagi siapa saja.”
Ya, jawab dulu baling dari Petajin. Umumkan pula bahwa seorang calon yang lebih lulus ujian berhak dinobatkan menjadi raja Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Untuk menentukan calon yang lebih dulu diberi kesempatan diuji perlu dilakukan undian. Baiklah sambung dubalang tertua dari dulubalang negeri batin duobelas. Daftarkanlah!
Ujian itu berat sekali, sebab untuk diangkat jadi raja bukan sembarang orang. Selain berilmu pengetahuan perlu pula memiliki akhlak terpuji, arif bijaksana dan memiliki kesehatan dan kekuatan fisik yang hebat. Ujian itu adalah melalui serangkaian tahapan. Pertama : calon yang diuji itu baker dengan bara api, lulus tahapan pertama direndam dalam sungai selama 3 hari 3 malam. Lulus tahapan kedua, si calon raja dijadikan peluru meriam raksasa untuk ditembakkan ke batu besar. Bila lulus ujian tahap ketiga itu, diuji lagi digiling dengan kilang besi.
Masing-masing dulubalang telah menempuh ujian, ada yang lulus tahap pertama saja, ada yang bisa menjalani ujian sampai tahap ketiga. Tidak seorangpun berani digiling dengan kilang besi. Karena gagal memilih orang yang lulus dalam ujian itu, mereka menetapkan mencari calon raja dari negeri lain. Boleh dari kerajaan-kerajaan di nusantara dan boleh pula dari manca Negara. Tim pencari calon raja dibentuk. Tim tersebut itu yang akan mencari calon raja melalangbuana dari satu Negara kenegara yang lain.
Semua kerajaan dinusantara telah mereka jalani, beberapa Negara mancanegara telah pula didatangi. Rupanya ada seseorang dulubalang dari kerajaan keeling ditanah India yang yang tersedia diuji. Pemuda gagah yang berbadan kekar itu dibawa kemuko–muko. dia diuji dihadapan Khalayak ramai. hidup, hidup raja jambi teriak khalayak ramai, mereka kagum menyaksikan kehebatan dan ketangguhan pemuda asal kerajaan kelig itu. Setiap tahapan ajaran dilaluinya dangan sukses, ketika menempuh ujian tahapan trakhir yang mengerikan itu, ketika kedua kakinya dimasukan kekilang, mesin dijalankan, spontan mesin mati karma kedia besi bulat sebesar drum patah.
Besi penggilingan  dua buah yang bulat besar segera diganti, setelah kilang dapat dijlankan lagi, kedua tangan pemuda itu yang digiling, kedua besi bulat pajang besar drum itu berderak–derak kemudian berhenti berputar , karena mesin kilang langsung mati . pemuda jemputan dari kerajaan keling, India itu, dielu-elukan khalayak. Terdengar sorak –sorai mereka, semua yang hadir menyksikan ujian itu merasa gembira karna ada seorang raja yang akan memimpin kerajaan Jambi itu memerintahkan sekelompok rakyat membuat sebuah luka besar yang dinamai lukah buntang banyawo. Lukah butang banyawo disuruh baginda pasang di puncak bukit si guntang. sekalipun rakyat keheran-heranan karena brasanya lukah dipasang disungai, di danau, mereka ikuti juga perintah baginda. Dubalang nan tujuh, dubalang batin Duobelas, bergilir setiap pagi  dan sore hari melihat lukah bunting benyong itu kalau-kalau mengena.
“APa akan ada ikan kena lukah dipuncak bukit ini? Kata dubalang dari Petajin yang melihat lukah bunting benyawo.
Pada suatu pagi, jika ada, mungkin ikan jadi-jadian merinding bulu tungkuknyo dibuat ucapannya sendiri.
Pada esoknya tiba giliran salah seorang dubalang dari batin dua belas yang bertugas melihat lukah bunting bernyawo kena atau tidak mangsanya. Begitu dilihat lukah itu mengena tanpa ditelitinya kena ikan atau bukan, cepat ia melapor kepadabaginda raja Jambi. Kena baginda! Bagus, suruh semua dubalang mengasah pedang setelah itu engkau dan beberapa temanmu pergi ke puncak bukit si guntang bawa lukah dan tangkapannya ke istana.
Keempat dubalang pilihan, mereka dengan perasaan bimbang dan cemas memikul lukah bunting bernyawo yang berisi seekor makhluk aneh dan mirip manusia, tubuhnya kecil sebesar dan tinggi anak berusia 6 tahun dia berdiri dan berjalan seperti manusia dan hanya bedanya tumit didepan jari kaki kearah belakang.
Ini hantu pirau” kata dubalang dari Petajin. Ya hantu pirau, pintar ngomong ya? Balas dubalang nan tujuh koto, engkau manusia juga?
Bukan! Aku bangsa hantu pirau, hantu pirau yang sebangsa dengan uhang pondok yang pernah dijumpai orang ditaman kerinci seblat itu. Fasih berbicara dalam segala bahasa! Jika berhadapan dengan orang Cia dia berbahasa Cina, bila berhadapan dengan orang keeling dia berbahasa Keling. Dihadapan baginda raja Jambi dia berbahasa Keling, baginda tercengang mendengar cakapnya setelah lukah diletakkan dihadapan raja dihalaman istana didusun muko-muko itu. Baginda raja Jambi asal bangsa Keling! Mengapa engkau menangkapku? Beta ingin mengenalmu, setelah kenal baru beta meminta bantuanmu. “Bantuan? Tetapi pedang-pedang para dubalang setelah diasah sampai tajam untuk apa? Pirau ingat jika engkau gagal membantu beta maka pedang tajam akan ditetakan oleh para dubalang kearahmu.
Oh, kejam juga baginda rupanya, apakah begitu tindakan raja. Tentu!
Katakana apa yang baginda inginkan! Jika bisa akan kuberikan
“Beta meminta darimu cincin cinta-cinta? Ya cincin cinta-cinta. Setelah engkau berikn baru engkau beta bebaskan. cincin cinta-cinta diletakkan oleh hantu pirau dijari manis beginda raja Jambi dan para dubalang diperntahkan membuka lukah dengan begitu secepat kilat mahluk itu menghilang dari penglihatan orang banyak. Menyaksikan peristiwa itu. Tunggu sebentar! Titah baginda raja Jambi setelah melihat kerumunan orang banyak akan bersebaran ketempat pemukiman masing-masing.
“Beta esok pagi-pagi akan kembali kenegeri keeling semenanjung India pemerintahan kerajaan kita beta percayakan para dubalang Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, sebagai ketua, beta tunjuk dubalang setia dari batin duabelas.
  
PUTRI RENO PINANG MASAK

Sekarang dibelakang Dusun Pasir Mayang, dahulu ada sbuha kerajaan bernama Limbungan, kerajaan itu dikuasai oleh seorang Ratu Putri Reno Pinang Masak. Putri terkenal cantik dan elok rupawan, tak heran raja dan putra raja berniat untuk menikahinya tetapi ditampik oleh Putri Reno Pinang Masak.
Putri Reno Pinang Masak dikenal juga berbudi luhur, arif bijaksana dalam menjalankan pemerintahannya dan juga dibantu oleh tiga orang hulubalang yang dipercayainya. Hulubalang itu bernama Datuk Raja Penghulu, Datuk Khatib dan Datuk Mangun.
Kelokan putrid juga akhirnya sampai ketelinga Raja Jawa, kelamaan Raja Jawa mengirim utusan untuk Putri Reno Pinang Masak   tetapi lamaran itu ditolak oleh Putri Reno Pinang Masak, Raja Jawa tersinggung dan mengeluar ancaman akan mengambil putri dengan cara kekerasan. Kendati diancam putri tidak merasa takut, dengan memanggil ketiga hulubalang dan bermusyawarah bagaimana cara menghadapi ancaman Raja Jawa itu. Akhirnya disepakati bersama, negeri diberi parit dipagari pula dengan bamboo dan dengan dahan dan rantingnya ditanam berlapis-lapis agar tentara Jawa tidak bisa masuk.
Melihat tentaranya gagal, raja memanggi hulubalang dan prajuritnya mereka mencari akal tipu mukjizat, dikumpullah semua Uang Ringgit logam, uang tersebut dijadikan peluru, yang ditembak kesetiap rumpun bambu yang berlapis tadi, kemudian Raja Jawa kembali.
Tanpa sengaja penduduk negeri Limbungan melihat beronggok-onggok  ringgit logam disepanjang edaran pagaran bambu, dan segera melapor kebaginda Putri Reno Pinang Masa, dengan penuh keheranan baginda ratu mengajak hulubalang untuk melihat, benar saja dengan keputusan mereka untuk mengambil ringgit logam, untuk memudahkan pengambilannya, pohon-pohon bambu ditebang dan uang ringgit logam dibawa keistana, karena benteng pertahanan tidak ada lagi, dengan mudah tentara negeri Jaw a masuk. Akibat rakyat Limbungan tidak dapat menahan serangan itu, barulah Putri Reno Pinang Masak sadar atas kesalahannya dengan sangat menyesal diam-diam Putri Reno Pinang Masak meninggalkan negeri tercintanya. Dengan Putri Reno Pinang Masak akhirnya tahu juga rakyatnya. Maka berusaha rakyat mencari namun tak kunjung ditemukan.
Ketiga hulubalang mufakat mencari ratunya, masuk huta keluar hutan, bertemu dengan seorang tak jemu bertanya.
Di Desa Tenaku, seorang petani mau istirahat kepondoknya, menjelang sampai kepondoknya, ia terkejut diudara yang cerah terlihat melayang-layang sepotong upih pinang kemudian jatuh tidak jauh dari dekatnya dengan sangat terkejut dilihatnya tubuh wanita yang tidak bernyawa, dengan memberi tahu kependuduk lain tidak ada yang mengenal maka dipanggillah seorang dukun, waktu yang singkat dengan mengeluarkan ucapan, jenazah yang kita temukan adalah Putri Reno Pinang Masak, diambillah sebuah keputusan untuk memakamkan putri tersebut.
Lama kelamaan ketiga hulubalang Putri Reno Pinang Masak sampai ketempat pemakaman putri, setelah diketahui  bahwa itu benar-benar ratu mereka, mereka langsung pingsan dan meninggal sekalian dimakamkan disamping makam Putri Reno Pinang Masak, sampai sekarang masih ada dan dikeramatkan orang pula.

Tuturan cerita rakyat Putri Reno Pinang Masak ini telah diangkat kedalam sebuah buku yang berjudul “Mengenal adat Jambi dalam presfektif Modern” yang disusun oleh H. Kemas Arsyad Somad, SH, MM.


ORANG KAYO HITAM

Orang kayo hitam adalah orang yang terkenal di Jambi, ia memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada waktu itu Jambi harus membayar upeti kepada Raja Mataram. Akan tetapi ia menghentikan pengiriman upeti. Raja Mataram marah, mereka bermaksud menyerang Jambi, beliau mempersiapkan pasukan khusus yang dilatih oleh sembilan Hulubalang, beliau juga menyuruh pandai besi untuk membuat sebuah keris sakti denan sembilan tempaan dan harus selesai sembilan kali hari jum’at. Keris itu khusus untuk membunuh orang kayo hitam, karena ia tidak mudah dibunuh.
Orang kayo hitam mengetahui rencana orang Mataram ia membulatkan tekad pergi kekerajaan Mataram bersama adiknya, Orang Kayo Pingai, sambil membawa perkakasa perang tombak bermata tiga.
Ketika orang kayo hitamsampai dipelabuhan kerajaam Mataram, ia langsung mendapat serangan dari darat, iapun langsung mengubah dirinya menjadi anak kecil kudisan, anak kecil kudisan itu berbau busuk sehingga para hulubalang tidak berhasil menangkapnya.
Pada hari jum’at Raja Mataram pergi ke Empu pandai besi yang tinggal di gua Empu itu sedang membuat keris sakti, setelah baginda raja pergi, anak kecil kudisan muncul didepan empu pandai besi.
“Hai, mengapa engkau ada disini? Tanya Empu,” anak siapa engkau? Hamba hanya ingin bertanya, mengapa Empu ada disini? Tanya anak kecil kudisan itu.
Empu pandai besi itu menyatakan bahwa ia sedang membuat keris, keris itu diramu disembilan desa, ditempa dengan sembilan tempaan, dan harus selesai selama sembilan kali hari Jum’at kesembilan. Pada hari Jum’at yang telah dijanjikan itu anak kecil kudisan itu akan datang lagi menemui Empu pandai besi, dengan bujuk rayu yang halus, Empu terpaksa memperlihatkan keris itu kepada anak kecil kudisan. Anak kecil itu bertanya “Berapa upah yang Empu terima dari raja?. Pada mulanya, Empu tidak mau mengatakan upah yang diterima, akan tetapi setelah didesak, Empupun menyebutkan berapa upah yang diterima dari raja.
Kemudian anak kecil kudisan menawarkan upah lebih kepada Empu, akhirnya Empu tertarik dengan upah itu, tetapi dengan syarat ia harus dilindungi, keris itupun jatuh ketangan anak itu.
Setelah itu anak kecil kudisan itu memberanikan diri untuk kedarat, ia bertemu dengan sembilan hulubalang pilihan raja. Para hulubalang marah dan hendak membunuhnya. Para hulubalang menanyakan keahlian apa-apa.
“Hamba hanya bisa bermain kayu,” Katanya”.
“Mana kayumu?.
Didalam perahuku dipinggir pantai”.
Beberapa hulubalang pergi keperahu untuk mengambil kayu itu. Akan tetapi mereka kecewa karena perahu itu kosong dan hanya ada sesekor ayam.
“Engkau pembohong dan pendusta, engkau harus kami bunuh bersama ayammu itu”. Para hulubalang makin marah, anak kecil itu diseret salah seorang hulubalang keperahu untuk dibunuh.
Anak kecil itu berkata, “Tunggu. Hamba ikat dulu ayam ini”. Setelah ayam diikat, ia mengambil tombak bermata tiga. Lalu ia berkata kepada hulubalang, inilah kayu yang hamba katakana tadi”. 
Sekali kibas tombak itu, semua hulubalang dan prajurit tewas, lalu anak kecil itu melentingkan diri ketempat Raja Mataram, disana semua prajurit sedang berlatih dihabiskannya, tinggal raja seorang diri.
Engkau mungkin berniat menguasai kerajaanku kata Raja Mataram. Tetapi ketahuilah olehmu, selagi hayatku masih ada, tidak mungkin kuserahkan kerajaan ini padamu. Raja Mataram menangkap dan mengempaskannya ketanah, akan tetapi anak kecil itu tidak cedera sedikitpun, bahkan akhirnya dengan sangat terpaksa ia membunuh Raja Mataram.
Setelah Raja Mataram meninggal, rakyat meminta agar Orang Kayo Hitam menjadi raja, akan tetapi ia tidak mau mengganggu kedaulatan Mataram, ia menyerahkannnya kepada Menteri untuk mengatur. Orang Kayo hitam pun kembali ke Jambi, karena di Jambi ada pemberontakan yang dilakukan oleh Tiang Bungkuk.
Tiang Bungkuk dapat ditangkap, ia dihukum dengan direndam dbawah rakit yang berlayar ditepi sungai. Rakit itu juga membawa dua ekor angsa-angsa itu mencecerkan kotoran ditepi sungai. Dari kotoran angsa-angsa itu berdirilah negeri, berturut-turut Tanjung Simalidu, Muara Tebo, Muara Tambesi dan Tanah Putih Jambi. Setelah itu, angsa-angsa itu lenyap bersama Tiang Bungkuk.


BUJANG BERDERAU INTAN

Tersebut kerajaan Pemayung yang wlayahnya mencakup lereng Bukit Siguntang di daerah Sumai sekarang. Konon kerajaan Pemayung yang rakyatnya aman, makmur dan sejahtera itu. Terusik oleh wafatnya paduka raja. Tidak ada seorangpun yang patut menggantikan almarhum, sejak baginda Pemayung berpulang kealam baka, pemimpin pemerintahan dilaksanakan oleh Datuk Dubalang Sakti, dia adalah tangan kanan almarhum Baginda Raja Pemayung, lgi pula dia dihormati dan disegani oleh segenap lapisan rakyat kerajaan Pemayung. Pemuka masyarakat berkeiinginan agar beliau dinobatkan sebagai raja.
Tetapi Datuk Dubalang Sakti menolak, lalu Datuk Dubalang dan beberapa pendekar diutus oleh majelis rapat untuk mencari seorang yang sesuai untuk menggantikan almarhum.
Pagi-pagi mereka berangkat, Dubalang mengajak beberapa pendekar dan anjing putih akan menyertai kita, sebab dalam mimpi tadi malam, mereka akan menemui seseorang yang telah ditakdirkan menjadi Raja Pemayung. Dia berasal dari kayangan, tepatnya Dubalang. Orang dari kerajaan Mahadewa dilawang pintu langit. Anjing putih besar berekor panjang tajelo sampai ketanah amat setia pada tuannya. Dia akan menjadi penunjuk jalan. Anjing putih itu akan dididik dan di ajari oleh tuannya selama puluhan tahun.
Ketinggian  penerawangan Datuk Dubalang Sakti yang sakti itu dapat berkomunikasi jarak jauh dengan seorang. Dalam mimpinya dia berdiskusi dengan seorang pemuda tampan dan gagah yang berada dilawang pintu langit. Pemuda itu bernama Bujang Berderau Intan. Datuk Dubalang meminta Bujang Berderau Intan untuk memohon restu pada ayahnya, Datuk Syah Panjang Janggut. Bila kedua orang tuanya merestui maka segeralah engkau turun kepermukaan bumi.
Bujang Berderau Intan termenung seorang diri. Setelah dia merasakan telah dibujuk seoarng tua dari kalangan manusia, melihat suasana diri Bujang Berderau Intan murung dan brmenung. Ayahnya Datuk Syah Panjang Janggut menanyakan kepada Bujang Berderau Intan, lalu Bujang Berderau Intan menyatakan maksud hatinya pada kedua orang tuanya bahwa ia mohon izin turu ke muka planet bumi. Ada sebuah kerajaan ditanah Jambi yang memohon kepada dia supaya menjadi Raja. Tetapi orang tuanya tidak mengizikannya karena mereka dari bangsa jin. Bila ia manusia orang tuanya akan senang dan gembira merelakan ia menjadi seorang raja. Tapi menurut Datuk Dubalang Sakti, jika Bujang Berderau Intan turun ke bumi, maka sifat, rupa akan berubah menjadi rupa manusia. lalu Datuk Syah Panjang Janggut mengizinkan untuk turun kebumi dan ibunya berpesan disana engkau usahakan tidak membuat keonaran, cegah peperangan dan perbuatan mungkar. Pinpinlah kerajaan itu engan adil, berbuatlah bijaksana demi kemakmuran rakyat. Sesaat menjelang keberangkatan Bujang Berderau Intan ia dibekali oleh kedua orang tuanya 2 belah keris. Keris yang agak panjang bernama si Untung Sudah, yang Pendek bernama Si Cabik Kafan.
Para pemuka masyarakat pemayung mengiringi dengan do’a, agar Datuk Dubalang Sakti berhasil membawa seorang bakal raja mereka.
Sungguh berat penanggungan rombongan Datuk Dubalang Sakti selama perjalanan. Enam malam tanpa istirahat meraka berjalan masuk keluar hutan. Pada hari yang ke-7 sampailah mereka pada sebuah pohon beringin raya. Datuk Dubalang Sakti merebahkan badan dibawah pohon rindang itu. Ia berpesan pada si putih supaya mengamat dulu dengan seksama sekeliling tempat itu. Siputih patuh. Beberapa saat dia telah mengelilingi sekitar pohon itu. Dilihatnya seorang budak berpakaian terhias intan terbujur dibawah pohon rindang tak jauh dari sana. Siputih melapor pada tuannya dengan gonggongan dan gerakan gerak-gerik siputih. Tahulah Datuk Dubalang Sakti bahwa telah ditemui seorang oleh siputih.
Begitu sampai didekat budak itu, segera Datuk Dubalang Sakti memerintahkan kepada semua pendekar membangunkan budak itu. Sayang, makin badan budak itu digoyang-goyangkan mereka makin nyeyak tampaknya. Ternyata mereka tak sanggup, sungguh berat badan budak itu yang baru berusia 11 tahun.
Datuk Dubalang Sakti memang sakti, dengan gampang budak berpakaian aneh itu digendongnya. Pakaian budak itu berubah seperti pakaian yang biasa dikenakan budak-budak dalam kerajaan Pemayung.
Bujang Berderau Intan cepat tumbuh menjadi dewasa. Setelah usianya cukup 18 tahun. Seaya dengan pemuda baru tamat SMU sekarang, dia mulai mengambil alih kepala pemerintahan. Sejak ia dinobatkan sampai diserah terimakan tugas sebagai raja. Dibawah kepemimpinan Bujang Berderau Intan rakyat merasa diayomi. Hukum ditegakkan secara adil. Keamanan dan ketertiban lebih mantap, sekolah dan madrasah berfungsi, kebersihan, kesehatan dan keindahan makin nyata, kemakmuran apalagi. Tidak ada pengangguran.
Bujang Berderau Intan meminang seorang putri dari Palembang yang bernama Putri Runduk Pinang. Tetapi pinanngaannya ditolak oleh raja Palembang.
Datuk Dubalang Sakti menyamar menjadi saudagar, kapal sarat dengan berlabuh dipelabuhan Palembang dipantai Sungai Musi, berkat kecerdikannya dan disertai kesaktiannya putri Runduk Pinang diculik oleh Datuk Dubalang Sakti.
Seminggu kemudian ibu kota kerajaan Pemayung telah diramaikan dengan perhelatan besar. Tujuh haru tujuh malam diadakan keramaian rakyat untuk memeriahkan perkawinan Bujang Berderau Intan DAN Putri Runduk Pinang.
Seminggu berikutnya dikonvoi kapal perang kerajaan palembang telah menyusuri sungai batang hari. Rakyat menduga dalam sekejap saja kerajaan pemayung tunduk dibawah kekuasaan kerajaan Palembang.
Putri Runduk Pinang berkata “Akan terjadi perang dahsyat gara-gara pernikahan kita”.
“Tidak-tidak akan terjadi, mereka akan mengucapkan selamat atas pernikahan kita.
Lalu datuk membawa Siuntung Sudah, asal sudah tampak konvoi kapal perang, acungkan pedangnya, percayalah musuh akan kelu serta mereka akan menjadi sahabat, tetapi kalau Sicabik Kafan diacungkan maka akan terjadi peperangan.
Datuk mengacungkan Siuntung sudah, maka terjadilah persahabatan diantara kerajaan Pemayung - Palembang.


ASAL-USUL TERJADINYA BUKIT SIGUNTANG

Gunung Merapi di Sumatera Barat, bukit Siguntang di Jambi. Dan bukit si Guntang-Guntang di Palembang, ketiganya mempuanyai sejarah asal-usul yang sama. Pada zaman dahulu tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Selado Sumali.
Raja negeri itu mempunyai sebuah pedang pusaka yang diturunkan secara turun-temurun, tapi sayang senjata tersebut tiba-tiba hilang tanpa diketahui kemana perginya.
Pedang Pusaka yang keramat serta bertuah itu bernama “Pedang Surik Meriang  Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan”. Raja telah bertekad agar pedang pusaka yang hilang itu harus ditemukan segara. Dipanggillah seorang hulubalang kerajaan yang amat terkenal bernama Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan. Karena setiap turut berperang bajunya selalu merah oleh darah, dan ketika dia dilahirkan kerongkongannya dtumbuhi bulu. Kepada belaiaulah raja mempercayakan untuk mencari pedang pusaka yang hilang itu.
Ketika Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan mendapat tugas ini beliau menerimanya dengan senang hati tanpa membantah sedikitpun. Karena beliau tahu benar dengan tugasnya, maka pergilah beliau masuk hutan keluar hutan tanpa ada sedikitpun rasa takut lama kelamaan beliau sampai kesebuah goa, diputuskannya lah untuk memasuki goa itu yang nampak gelap dan didinding goa yang keras dan dingin. Sesampai disana Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan amat terkejut disebuah batu yang papak dilihatnya orang tua sedang duduk bertapa, diharibaannya terlintang sebuah pedang Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan benar-benar memperhatikan benda itu tersebut.  Menurut hematnya itulah pedang Surik Meriang  Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan yang dicarinya.
Setelah menunggu beberapa saat barulah beliau menyapa orang asing yang sedang bertapa!. Siapa sebenarnya datuk sebenarnya dan dari mana datuk datang?.
Mendengr ada suara manusia, bahwa pertapa itu menyebutkan namanya yang bernama Panglimo Tahan Takik berasal dari Ranah Pagaruyung, terus petapa itu bertanya kepada Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan, siapa engkau gerangan yang lancang ini. Ada keperluan apa makanya engkau sampai disini.
Maksud hamba? Datang kemari hendak mencari pedang pusaka Negeri Selado Sungai yang hilang. Kalau haba tak salah lihat pedang pusaka itu ada diharibaan Datuk Panglimo.
Kurang ajar !!! Rang Panglimo Tahan Takik, ia punlalu dan langsung menyerang Datuk Baju Merah.
Perkelahian sudah tak dapat dihindarkan lagi, mula-mula tending menendang kemudian saling hembus-menghembus bunyi pelak dan raung bersiponggang melantun dinding- dinding goa, binatang- binatang yang ada disekitar goa itu berterobosan lari kemana-mana.
Perkelahian terus berjalan sudah 6 (enam) hari tubuh kedua pendekar itu tampak lelah. Matahari telah tiba mengawali hari ketujuh dalam mengikuti perkelahian antara kedua pendekar yang tangguh kedalam sebuah goa ditengah rimba Negeri Selado Sumai, pada hari ketujuh ini tempat telah berpindah kebagian luar, perkelahian sudah semakin hebat.
Datuk Panglimo Tahan Takik. Sadar bahwa pedang yang mereka perebutkan telah berhasil diambil lawannya. Segera berdiri dan mengejar Datuk Baju Merah, pendekar kedua itu sedang berkejar-kejaran sejadi-jadinya. Penghuni rimba besar-kecil lari pontang-panting ketakutan. Sudah tujuh lurah tujuh pematang yang mereka lalui, akhirnya sampailah kesebuah tanah lapang yang maha luas. Sayup-sayup mata memandang rumput hijau papak beluka, diatas padang datar itu lah kedua pendekar masih saling kejar-mengejar, namun tiba-tiba mereka berhenti dimuka mereka tampak seekor ulat besar sedang menghadap siap menelan barang siapa yang berani mendekat, melihat hal ini kedua pendekar itu mengadakan perundingan.
Kedua pendekar tu melakukan pertaruhan, barang siapa yang sanggup membunuh ular itu dialah yang berhak mendapatkan atau memiliki pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan. Kedua pendekar itu sama-sama setuju.
Selesai berucap kemudian Datuk Panglimo mencoba untuk melawan ular besar itu, perkelahian datuk panglimo degan melawan ular itu sudah berjalan ternyata datuk panglimo tidak sanggup melawan dan membunuh itu,
Melihat temannya tidak mampu membunuh ular besar melintang dan menghalangi perjalanan mereka, Datuk Baju Merah sebentar matanya melirik kepada pedang Surik Meriang Sakti yang dipegangnya, ia melangkah lambat secara meyakinkan sambil megucapkan kata sakti dan himbauan, selesai berucap yang demikian dicabutkannyalah pedang tersebut, tentu saja ia berhajat hendak merata badan ular tersebut, tiba-tiba keluar cahaya seperti kilat dari senjata pusaka itu, miliki Negeri Selado Sumai, serentak dengan itu serentak itulah dihujamkanlah senjata itu sekuat-kuatnya.
Terpungkas dan potong tiga badan ular itu, melihat kenyataan ini datuk paglimo tahan takik sangat marah. Ia melompat kesamping ditendangnya kepala ular itu sekuat-kuatnya, kepala ular itu terlempar ke udara bersiutan dan jatuh ditanah Minang Kabau, yang lama kelamaan menjadi gunung merapi seperti yang ada sekarang, ekornya diangkat dengan tangan lalu dilemparkanya kenegeri Palembang menjadi bukit Siguntang-Guntang, itulah sejarah asal-usul terjadinya bukit Siguntang.

Sejarah ini telah diterbitkan dalam buku yang berjudul “Mengenal Adat Jambi dalam Pesrfektif Mondern. Yang ditulis oleh : H. Kemas Arsyad Somad, SH, MH.

BUJANG JAMBI

Konon pada masa lampau. Kerajaan Melayu yang ber Ibu Kota di Muaro Jambi. Memerintah seorang putri teramat eloknya parasnya. Putri itu baru, berusia 20 tahun dia arif dan bijaksana, budi bahasanya terpuji, amat peduli terhadap rakyat, kemolekan dan keramah tamahan putri itu telah diketahui oleh hampir semua orang bahkan para bangsawan manca Negara tertarik untuk menyuntingnya. Putri Selarasnya Pinang Masak, begitu nama penguasa tunggal kerajaan melayu berdarah Pagaruyung itu yang selalu menampik pinangan orang. Penampikannya secara halus dan bijaksana karena itu tak seorangpun merasa terhina dan dendam kepadanya.
Suatu ketika tersebutlah panglima perang dari Negara Hindustan, panglima itu bernama Tun Talanai yang terkenal hebat dan sakti, ia menugasi seoarng pembantunya untuk menyelidiki kebenaran berita tentang anak dara yang merajai kerajaan melayu sungguh molek dan manis budi bahasanya.
“Benar” Tuanku. Ujar yang ditugasinya menemui putri selaras pinang masak di Muara Jambi itu”. Hamba belum pernah melihat seorang anak gadis secantik raja melayu itu. Tuanku”.
“Tutup mulutmu bentak tuan telanai “Aku tidak menanyakan kecantikan, kutanyakan apakah dia sudah ada tunangan.
“Belum” Tuanku, setiap lamaran orang ditampiknya, kata-kata tuan dia belum cukup umur.
“Bagus istirahatlah, kapan kuperlukan engkau kupanggil. “Panglima yag gagah berani itu sugguh rapuh hatinya. Dia tergda sekali oleh cerita tentang kemolekan raja melayu. Yang muda itu, berhari-hari ia membayangkan kecantikangadis yang baru dikenal namanya saja. Istrinya sendiri tidak diperdulikannya.
“Selaras Pinang Masak? Apa Selaras, atau Selaro, tentu maksudnya Selara. Artinya dedaunan kuning yang berjatuhan ketanah, tidak-tidak selaro pasti selaras artinya serupa, bagaikan, seumpama, ya barang kali kulit gadisitu bagaikan kulit buah Pinang Masak, warnanya kuning kemerah-merahan, licin dan bercahaya, benar sungguh cantik.
Putri Selaras Pinang Masak itu, begitu hatinya berkata dan menggambarkan gadis yang belum pernah dilihatnya.
Tun Talanai memutuskan untuk meneui Putri Selaras Pinang Masak tanpa dtemani oleh seorang pun. Berangkatlah ia kekerajaan melayu, dalam perjalanan jauh dari Hindustan tak seorangpun menganggunya, tampangnya yang jelek sudah tua bangka pula, tidak tertarik orang untuk menegurnya, sesampai diistana Putri Selaras Pinang Masak disambut dangan ramah tamah, tidak ditampakkan oleh Putri Selaras Pinang Masak rasa mual dan muak melihat wajah jelek berkeriput itu.
Setelah mereka bertukar pikiran, ngobrol ini dan itu, jelas diketahui oleh penguasa kerajaan melayu itu bahwa tamunya ingin menikahi dirinya. Sebelum sampai menyampaikan hasrat hatinya diajaknya Tun Talanai bermain catur.
Buah catur Putri Selaras Pinang Masak besar-besar dan berat memerlukan cukup tenaga untuk memindahkan buah catur itu, kagum juga Putri Selaras Pinang Masak menyaksikan kehebatan tamunya, berkata dalam hatinya tidak dapat ia ditaklukkan dengan kekuatan sekalipun melalui peperangan. Jika benar-benar dia melamarku, sulit ditolak bisa terjadi dengan pertumpahan darah di kerajaan ini.
Esok harinya Putri Selaras Pinang Masak mengajak mengundang Tun Talanai makan siang di istana, betapa senang hati yang diundang, piker mereka tidak bertepuk sebelah tangan, bergegas ia kesitana.
Setelah mereka bersama berkata Putri Selaras Pinang Masak “beta tidak memperkenankan orang yang dikagumi berlama-lama dalam penantian, apalagi beta lihat jalan yang ditempuh tampak terang, kata Putri Selaras Pinang Masak.
Wajah tamunya berseri-seri disentuh ucapan begitu, barkata Tun  Talanai, apa yang putri perlukan dari hamba?. Katakanlah tuan putri hamba akan penuh segala yang tuan putri pinta.
Jika tuan menginginkan diri jadi istrimu yang syah, karena beta dalam serba kekuarangan, buatlah beta sebuah mahligai yang tingginya memecah langit, dimahligai itu nantinya kita bersenang-senang.
“Oh………….., rupanya tuan putri akan menguji kemampuan hamba? Mahligai begitu? Gampang! Sedangkan gunung emas yang tuan putri minta, tentu akan hamba persembahkan demi cinta hamba pada puan, diikuti tawa terbahak-bahak.
“Permisi Puan!, hamba akan segera membuatnya, dalam tempo sepekan puan putri telah dapat berpindah kemahligai indah itu”. Tunggu tuan, beta ingin bersuamikan orang sakti, tampaknya tuan seoarang yang memiliki kesaktian. Siapkan mahligai beta maksudnya sejak sekarang sampai menjelang Subuh! Jika gagal berarti kita tidak jodoh.
“Boleh barangkali puan ingin menggambarkan bentuknya dulu. Kerjakan saja mulai tengah malam nanti.
“Ohya…………. Baiklah !.
Tun Talanai memang sakti dipanggilnya jin yang berada di lawang pintu langit untuk membantunya, rakyat diibukota Muara Jambi begitu pula Putri Selaras Pinang Masak tidak bisa tidur malam itu, suara hiruk pikik, para remaja membangun mahligai yang dikomandokan oleh Tun Talanai sendiri terdengar lantang.
Putri Selaras Pinang Masak amat khawatir seandainya mahligai yang dibangun oleh Tun Talanai selesai sebelum subuh dirinya tidak bisa menampikkan lamaran itu.
Ditugasinya seorang yang dipercayainya untuk menyaksikan orang-orang bekerja, dikatakannya jika menurut dugaanmu mahligai itu akan siap menjelang subuh, segera laporkan kepada beta. Pergilah!.
Dalam napas terengah-engah sekali mahligai itu hanya atapnya saja yang belum siap, beribu-ribu orang pekerjanya. Darimana dan kapan mereka didatangkan?”. Entahlah pokoknya subuh pekerjaan mereka sudah rampung. “Ya. Segera kumpulkan para cerdik cendikiawan negeri ini katakana dalam tempo 15 menit sejak saat ini mereka sudah di istana!. Cepatlah.
Dalam pertemuan darurat itu diputuskannya bahwa segera semua kandang ayam penduduk mesti diterangi dangn kain putih, atau cukup dengan kelambu dibagian sebelah timur. Dibalik kandang itu diberi penerangan penerangan baik dengan lampu, dengan lilin maupun dengan obor. Setelah siap semua dinding kandang ayam dimuara jambi dipukul. Beberapa orang di tugasi menirukan kokok ayam.
Tun Talanai terperanjat bukan kepalang karena kokok ayam lantang terdengar bersahut-sahut. Darahnya, menindih badan gemetar. “Kurang Ajar”, seraya menendang bangunan mahliga yang hampir selesai itu, karena kegagalan disebabkan kecerdikan Putri Selaras Pinang Masak, maka segera dia berangkat meninggalkan Muara Jambi.
Sesampainya dinegerinya. Langsung kerumah, disambut oleh sitrinya yang hamil tua itu.
Sehari kemudian Tun Talanai mengundang beberapa orang daung dan ahli nujum. Diketahuinya bahwa anak yang akan lahir mencelakakan dirinya, selain itu kegagalan melenyapkan mahligai di Muara Jambi disebabkan kelicikan Putri Selaras Pinang Masak, kepadanya tukang tenung dan ahli nujum, “Akan kubalas perbuatan keji Putri Selaras Pinang Masak sekalipun tidak dalam waktu dekat. Anak ku akan kubuang !.
“Begitulah sebaiknya tuanku! Usar salah seorang ahli nujum “anakku amat berbahaya dan akan membunuh mu”.
Bayi laki-laki berusia dalam 3 hari dalam keadan segar bugar itu dimasukkan kedalam sebuah kotak. Kotak itu dibuat sedemikian sehingga tidak bocor. Dibagian sisi atas diberi berlobang-lobang, dari lobang udara keluar masuk, pada sisi atas itu ditulis besar-besar Bujang Jambi.
Secara diam-diam kotak itu dihanyutkan kelaut, sehingga terdampar dipantai kerajaan Siam, oleh seorang nelayan, kotak itu ditemukan kemudian diserahkan kepada baginda raja siam.
“Terima Kasih”, ujar baginda raja menerima penemuan yang baginya merupakan anugrah. “Agaknya bayi montok ini sengaja dihanyutkan mungkin anak haram, mungkin seoarng raja, sambungnya.  Atas kesukacitaan mendapat bayi itu, maka nelayan dihadiahkannya berbagai kebutuhan hidup sehari-hari ditambah dengan sejumlah uang emas. `Bayi itu tumbuh dan berkembang wajar, Raja menamakan Bujang Jambi sebagaimana yang tertulis pada kotak ditemukan nelayan. Nama itu melekat pada anak manusia yang dilahirkan tanpa cacat cela.
Tun Talanai, begitu selesai menghanyutkan bayi titik zariatnya sendiri langsung berlayar menuju pulau Sumatera. Setelah berbulan-bulan dalam pelayaran, sampai beliau ke Muara Jambi. Tujuannya tidak lain kecuali akan mempermalukan Putri Selaras Pinang Masak yang telah dipersuntingkan oleh Paduko Datuk Berhalo yang berdarah Turki itu. Dengan sembunyi dia menetapi diujung Muaro Jambi, agar tidak diketahui orang tentang dirinya yang asli, maka ia menyamar. Delapan belas tahun lamanya menunggu masa yang tepat untuk mencekik istri datuk Paduko Berhalo.
Lain halnya dengan Bujang Jambi, dirinya sejak kecil dan diajari berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dan ilmu bela diri, karena dia sadar bahwa tampang dan postur tubuhnya berbeda dengan orang Siam, timbul berbagai pertanyaan didalam hatinya, benarkah aku anak ayahku baginda raja Siam? Jika benar mengapa parasku tidak mirip dengan baginda? Jika bukan anak baginda, anak siapakah aku? Mengapa namaku Bujang Jambi, yang tidak ada dalam bahasa Siam.
Dari perenungan dan penyelidikan cukup lama hampir 10 tahun hanya bertanya-tanya tentang dirinya sendiri, yakinkah ia bahwa ayahnya Tun Talanai, seroarng panglima perang yang gagah berani dan kejam, sifat-sifat kemanusiaan tidak dimiliki oleh ayahnya, ia berbuat semena-mena terhadap orang-orang yang tidak disukainya dan dia tahu bahwa ayahnya pernah melewat ke Muaro Jambi. Agaknya dimuara Jambi asal-usulnya.
Kebetulan sekali ketika Bujang Jambi sampai di Muara Jambi berpaspasan dengan seorang tua, orang tua itu menyapanya:
“Wahai anak muda sukakah engkau membantuku?
“O ya, anda siapa?
“Jangan dulu Tanya siapa diriku, jawab dulu pertanyaan ku tadi.
Sukakah engkau menolongku?
“Suka asal anda kenalkan dulu diri anda kepadaku !.
“Baik asal engkau suka merahasiakan siapa diriku ini.
“Bersedia !.
Aku Tun Talanai. Aku selama 18 tahun disini akan membalas dendam tetapi tidak mudah, penjagaan istana amat ketat. Karena itu Bantu aku cukup engkau menyelidiki berapa jumlah pegawai istana dan di ruang mana biasanya Putri Selaras Pinang Masak sering datang”.
O, Ya! Anda Tun Talanai panglima perang yang gagah perkasa bukan?, cobalah bela dirimu dari serangan Bujang Jambi ini !.
Perkelahian seru terjadi. Tiga hari tiga malam tidak ada diantara kedua, anak ayah itu tampak akan kalah, tidak tampak pula gejala-gejala diantara mereka akan menang. Karena Tun Talanai merasa letih, sadar pula bahwa nama Bujang Jambi, adalah anak kandungku. Telah ditenung oleh para ahlinya, memang engkaulah orang satu-satunya orang yang akan membunuhku. Itulah sebabnya aku buang engkau sejak masih bayi .
O ya, memang aku akan membunuh setiap orang yang membuat orang lemah mati terbunuh. Mari ….. kita lanjutkan pertarungan kita !.
“Sebentar nak! Jawab Tun Talanai lirih, dia iba akan nasib anaknya, karena itu ia ikhlas mati karena perbuatan kejam yang pernah dilakukan khusunya terhadap bayi bernama Bujang Jambi. “ambillah batang benban batu yang banyak tumbuh didekat telaga disebelah istana Putri Selaras Pinang Masak, setelah engkau tajamkan ujungnya baru engkat temui aku, aku tidak akan beranjak dari tempat ini, ambillah, hanya itu senjatamu yang mampu membunuhku”.
“Baik, akan kuambil batang beban batu, ingat engkau jangan coba-coba melarikan diri keujung dunia sekalipun akan kukejar.


ORANG KAYO HITAM

Orang Kayo Hitam adalah orang yang terkenal di Jambi, yang memerintahkan Jambi dengan adil dan bijaksana. Kemudian  pada waktu itu, Jambi harus membayar Upeti kepada raja Mataram, paman Orang Kayo Hitam, dipulau Jawa. Akan tetapi Orang Kayo Hitam menghentikan pengiriman upeti. Raja Mataram marah mengetahui hal itu, beliu bermaksut menyerang Jambi, beliu mempersiapkan pasukan Khusus yang dilatih oleh sembilan hulubalang. Beliau juga menyuruh seorang pandai besi untuk membuat sebuah keris sakti yang ditempa dengan sembilan tempaan. Keris itu harus selesai selama sembilan kali hari jumat. Keris sakti itu khusus untuk membunuh Orang Kayo Hitam. Karena iya tidak mudah dibunuh.
Orang Kayo Hitam mengetahui rencana raja Mataram, ia membuatkan tekat pergi kekerajaan Mataram bersama adiknya, ia membulatkan takat pergi kekerajaan Mataram bersama adiknya Orang Kayo Pingai sambil membawa pekakas perang, tombak bermata tiga, ketika Orang Kayo Hitam sampai dipelabuhan kerajaan Mataram, ia langsung mendapat serangan dari darat, ia pun langsung mengubah dirinya menjadi anak kecil kudisan. Raja Mataram memerintahkan kesembilan hulu balangnya untuk menangkap anak kecil kudisan. Akan tetapi penangkap itu tidak terlaksana karena para hulubalang mencium bau busuk yng luar biasa dari tubuh anak itu. Pada hari Jumat pertama, raja Mataram pergi ke empu pandai besi yang tinggal disebuah gua. Empu itu sedang membuat keris sakti tidak seorangpun mengetahui tempat itu. Akan tetapi setelah baginda pergi. Anak kecil kudisan muncul dihadapan empu pandai besi kemudian pandai besi mengatakan bahwa ia sedang membuat sebuah keris. Keris itu diramu disembilan desa, ditempah dengan sembilan tempaan dan harus selesai selama sembilan kali hari jumat pada hari jumat yang telah dijanjikan anak kecil kudisan datang lagi menemui empu pandai besi. Dengan bujuk rayu yang halus, empu terpaksa memperlihatkan keris itu kepada anak kecil kudisan. Anak kecil itu bertanya, “berapa upah yang empu terima dari raja?”pada mulanya empu tidak mau mengatakan upah yang ia terima. Akan tetapi setelah didesak, empu pun menyebutkan upah yang ia terima dari raja. Kemudian, anak kecil kudisan menawarkan upah lebih banyak kepada empu.
Setelah dibujuk, akhirnya empu tertarik dangan upah itu, tetapi dangan syarat ia harus dilindungi. Keris itupun jatuh ketangan anak itu. Lalu, ia membawa empu keperahunya. Anak kecil itu memberanikan diri naik kedarat, ia bertemu dengan sembilan orang hulubalang pilihan raja, para hulubalang marah dan hendak membunuhnya karena bau badannya dapat menganggu ketertiban masyarakat. Para hulubalang menanyakan keahlian yang di miliki anak kecil kudisan. Anak itu menjawab bahwa ia tidak mempunyai keahlian apa-apa. “hamba hanya bisa main kayu” katanya, “mana kayumu?” didalam perahuku dipinggir pantai. “beberapa hulubalang pergi keperahu untuk mengambil kayu itu akan tetapi, mereka kecewa karena perahu itu kosong dan hanya ada seekor ayam ”engkau pembohong dan pendusta, engkau harus kami bunuh bersama ayammu itu. “engkau ayam anda berkokok” kata anak kecil kudisan.” Kalian boleh melihat anak ayam itu” anak kecil itu mengeluarkan anak ayam itu. Ayam itu berkokok “ cikcikciaaap” para hulubalang mungkin marah mendengar kokok ayam jejek itu.
Ayam kecil itu diseret salah seorang hulubalang keperahu untuk dibunuh anak kecil itu berkata, ”Tunggu, hamba ikat dulu ayam ini. Setelah ayam itu, ia mengambil tombakkan berkata kepada hulubalang ,”inilah kayu tiga hamba katkan tadi “sekali kibas tambak itu, semua hulubalang dan prajurit tewas. Kemudian, anak kecil itu, melentingkan diri ketempat raja Mataram, dekat tempat latihan prajurid. Yang sedang berlatih dihabiskannya, tinggal raja seorang diri “engkau mungkin berniat menguasai kerajaanku, buyung”kata raja Mataram” Tetapi ketahuilah olehmu, selagi hayat ku masih ada, tidak mungkin kuserahkan kerajaan ini kepada mu. “ anak kecil itu tidak tersinggung ia tetap membujuk raja Mataram agar mau menyerah kerajaannya. Justru hal sebaliknya yang terjadi. Raja Mataram menagkap dan mengepaskan ketanah. Akan tetapi anak kecil itu tidak cedera sedikit pun. Bahkan akhirnya dengan sangat terpaksa ia membunuh raja Mataram setelah raja Mataram meninggal. Rakyat meminta agar Orang Kayo Hitam mau menjadi raja. Akan tetapi ia tidak mau mengganggu kedaulatan Mataram. Ia menyerahkanya kepada para menteri untuk mengatur Orang Kayo Hitampun kembali ke Jambi karena Jambi ada pemberontakan yang dilakukan tiang Bingkuk. Tiang Bingkuk dapat ditangkap ia dihukum dengan direndam dibawah rakip yang berlayar meninggalkan Jambi. Rakit itu juga membawa dua ekor angsa. Angsa itu juga menyecerkan kotoran ditepi sungai dari kotorang angsa-angsa itu berdirilah negeri, berturut-turut Tanjung Suma Lidu, Muara Tebo, Muaro Tembesi, dan tanah pilih Jambi setelah itu angsa-angsa itu lenyap bersama tiang Bingkuk.

BUJANG BERDERAU LINTAN

Di Jambi di daerah Sumai sekarang terdapat sebuah kerajaan yang bernama kerajaan pemayung. Kerajaan itu terusik semenjak kematian rajanya, kemudian tangan kanan raja berusaha mencari orang yang pantas dan patut untuk dijadikan sebagai pemimpin kerajaan tidak seorang pun yang mampu memimpin kerajaan sehingga tangan kanan raja yang bergelar Datuk Dubalang Sakti mendatangi seorang pemuda dari kayangan anak dari jin yang menguasai kerajaan mahadewa de lewang pintu langit yang bernama Bujang Berderau Intan. Lewat mimpinya itu Datuk Dubalang sakti mernyampaikan niatnya kepada pemuda itu agar ia mau untuk memimpin kerajaan pemayung.
Setelah mendapat mimpi di datang oleh seorang manusia yang menginginkan dirinya untuk menjadi raja ia terus saja termenung dan bermurung rupa sehingga menbuat kedua orang tuanya menjadi bingung dan bimbang melihat kelakuan anaknya.sehingga orang tuanya bertanya apa  gerangan yang membuat anaknya menjadi bermurung rupa. Maka diceritakannyalah kepada kedua orang tuanya bahwa perihal mimpinya itu. Semula kedua orang tuanya tidak yakin akan permintaan hulu balang itu karena mereka tidak berasal dari golongan manusia melainkan jin.
Tetapi setelah difikir dan direnungkan maka kedua orang tuanya dengan berberat hati melepaskan anaknya turun kebumi dengan membekali 2 buah keris. Keris yang agak panjang diberi nama si untung sudah yang bila di acungkan kelawan  maka lawan akan berpisah nyawa dari badan dan turunlah bujang bederau intan kebumi.
Para pemuka kerajaan pemayung mengiringi dengan do’a agar rombongan datuk dubalang sakti berhasil membawa seorang bakal raja mereka datuk berpesan kepada rombongan bahwa sebelum menemukan calon raja mereka maka, mereka tidak akan pulang keistana dengan rombongan dan seekor anjing putih yang bertugas sebagai penunjuk jalan datuk dubalang berjalan menyelusuri dusun- susun lain luar daerah Jambi.
Setelah enam hari berjalan dubalang memutuskan beristirahat maka beristirahatlah diselekas pohon beringin raya siputih, anjing  dubalang mengelilingin sekitar pohon beringin dan dilihatnyalah seorang budak berpakaian terhiyas intan terbujur dibawah pohon rindang, maka segeralah ia melapor kepada tuanya akan apa yang ditemukanya datuk dubalang dan rombongan segera mendatangi tempat itu disana ia melihat apa yang di lihat oleh siputih. Kemudian dubalang memerintahkan pada semua pedekar untuk membangukan budak itu tetapi tidak berhasil kemudian `Datuk dubalang yang turun tanggan untuk menbangunkan budak itu budak yang berusia sekitar 11 tahun itu angkatnya dalam keadaan masih tidur saat dada budak itu menempel pada dadanya maka pakaian aneh anak itu berderau bunyinya dan berubah seperti pakaian biasa, dan ia pun bertukar dan pulanglah mereka keistana.
Setelah berusia 18 tahun dia mulai menguasai kepala pemerintahan dia memimpin kerajaan dengan arif dan bijaksan sehingga rakyat menjadi makmur dan ia mengutarkan isi hatinya kepada datuk dubalang bahwa ia akan mempersunting anak raja Palembang sehigga Datuk Dubalang pergi ke Palembang dan mencari putri Runduk Pinang dibawa teramat meriah selama 7 hari 7 malam.
Seminggu berikutnya, sekonvoi perang kerajaan Palembang telah menyelusuri sungai Batang Hari tetapi raja pemayung menegaskan kepada hulu balang sakti untuk meacungkan ujung kerisnya kepada rombongan kapal yang akan menyerang kerajaan mereka maka di acungkannyalah ujung keris si untung sudah.
Alhasil sejak kejadian Datuk  dubalang sakti mengacungkan ujung si untung sudah terjalinlah persahabatan erat kedua kerajaan yang awalnya berseteru pemayung Palembang betapa gembira pengatin baru : baginda bujang berderau intan – putri runduk pinang. Atas persahabatan Pemayung-Palembang.
  
ASAL-USUL TERJADINYA BUKIT SI GUNTANG

Pada zaman dahulu tersebutlah sebuah kerajaaan yang bernama selado sumai. Negeri ini diperintahkan oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja negeri ini mempunyai sebuah pedang pusaka yang di turunkan secara turun-temurun, tetrapi senjata tersebut tiba-tiba menhilang tanpa diketahui kemana perginya. Dan peristiwa tersebut sangat mengharubirukan sang raja.
Pedang pusaka yang keramat ini dinamakan pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan. Raja bertekat pusaka yang hilang itu harus ditemukan, jadi untuk menemukan pedang pusaka itu kembali, ditugaskanlah seorang hulubalang kerajaan yang terkenal bernama Datuk Baju Merah Berbulu kerongkongan dan kepada beliaulah raja mempercayakan untuk mencari pedang pusaka yang hilang itu.
Dengan senang hati tanpa membantah Datuk Baju Merah Berbulu kerongkongan mendapat tugas untuk mencari pusaka tersebut tanpa membantah beliau tahu benar dengan tugasnya dan langsung pergi tanpa takut sedikit apapun walaupun masuk hutan keluar hutan, lama kelamaan sampailah disebuah Goa yang sangat gelap. Dengan langkah pasti menyusuplah beliau Kedalam Goa yang gelap itu, tetapi pada bagian dalam Goa itu tampak terang sekali karena ada lobang disebuah atas yang menerpa masuk ke Goa sesampainya Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan amat terkejut melihat ada seorang tua sedang duduk bertapa dan disampingnya terlihat pula oleh datuk baju merah pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan yang hilang dari kerajaan selado sumai yang sedang dicarinya itu.
Beberapa saat kemudian beliau menyapa orang tua itu, dengan suara menghardik ia berkata “tutup mucutmu dan jangan banyak omong. Aku berasal dari ranah pagarujung dan namaku panglimo tahan takik. Ada apa engkau kemari.” Hamba Datuk baju merah berbulu kerongkongan hulubalang kerajaan selado sumai, dan tujuan hamba adalah mencari pedang pusaka dan kalau tidak salah pedang itu ada diharibaan Datuk panglimo.
Mendengar itu Datuk panglimo tahan Takik dengan sangat ganas, perkelahian semakin seru tanpa ada tanda-tanda yang kalah keduanya sama-sama hebat sakti menghentikan perkelahian untuk sama-sama istirahat untuk memulihkan kekuatannya bila matahari terbit maka perkelahian dimulaikan lagi pokok ayam derego telah lama terhenti, kacau murai dan cicit burung kecil-kecil mulai terdengar.
Mengawali hari ketujuh dalam mengikuti perkelahian antara keduanya, perkelahian mereka berpindah-pindah sudah tujuh lurah tujuh pematang yang mereka  lalui akhirnya sampailah ke sebuah tanah lapang yang saling kejar mengejar. Namun keduanya terhenti karena dimuka mereka nampak seekor ular besar sedang menghadang siap menekan seekor barang siapa yang berhak memiliki pedang pusaka tersebut.
Selesai bercakap Datuk panglimo tahan takik bergegas maju melawan ular raksasa itu dan menusuk dengan keris ke tubuh ular raksasa itu maka terpungkas dan potong tiga badan ular besar tersebut, melihat hal itu Datuk panglimo tahan takik sangat marah, ia melompat kesamping, ditentangnya kepala ular itu sekuat-kuatnya kepala ular itu terlepar ke udara bersiutan dan jatuh ke tanah Minangkabau yang sekarang menjadi gunung merapi, ekornya diangkatnya dengan tangan lalu dilemparkannya jatuh kenegeri Palembang menjadi bukit singuntang-guntang, sedangkan perutnya bagian tengah dibiarkan saja tertinggal di Jambi didaerah sumai menjadi bukit si guntang, itulah sejarah asal usul terjadinya bukit siguntang.
  
PUTRI RENO PINANG MASAK

Pada zaman dahulu, dibelakang dusun pasir majang sekarang ada sebuah kerajaan yang bernama limbungan, kerajaa itu diperintah oleh seorang ratu putri reno pinang masak, putri ini terkenal dengan kecantikannya yang menawan hati, tak mengherankan banyak raja putra raja yang berhendak mempersuntingnya, namun tak seorang pun raja atau putra raja yang meminang di terimanya.
Disamping cantik, putri ini terkenal pula berbudi luhur, arip serta  bijaksana, ia adil dan jujur, rakyatnya yang miskin mendapat jaminan hidup dalam hal makan dan minum, yang raja diberi luang untuk menambah dan mengendalikan kekerajaannya dengan itu terdapatlah suasana yang harmonis sesamar masyarakat negeri limbungan.
Dalam menjalankan pemerintahnya, sang ratu dibantu oleh tiga orang hulubalang yang baginda percayai hulubang yang pertama bernama Datuk raja penghulu, terkenal sebagai arif dan bijaksana yang kedua bernama Datuk dengan kitab seorang hulubang mempunyai keistimewaan kejadi-kejadian yang akan datang melalui sebuah kitab yang di milikinya, yang ketiga Datuk mangun bertugas sebagai panglima perang kerajaan.
Kecantikan putri reno pinang masak terdengar pula sampai ketelingan raja jawa. Lama-kelamaan raja negeri jawa lalu mengirim utusan untuk melamar sang putri, ternyata lamrannya di tolak oleh putri reno pinang masak. Raja jawa tersinggung karena lamarannya ditolak dengan tegas, timbulah tekat raja jawa untuk bersumpah bagaimana pun akan mengJambil putri reno pinang masak secara  keras.
Putri reno pinang masak tidak takut ancaman raja negeri jawa mabuk kepayang itu, bahkan baginda ratu sangat cemas dan gram, baginda memandang giyayat raj jawa tadi sebagai merusak negerinya, oleh baginda memanggil ketiga hulubang serta mengumpulkan rakyat negerinya mencari jalan yang terbaik bagaimana menghadapi raja yang mengancam menyerang negeri limbungan. Akhirnya didapatkan suatu cara yang telah disepakati bersama negeri diberi berparit dan harus berpakaii dengan bambu berduri bambu yang dahan dan rantingnya harus berduri, sebagai pagar negeri menghalang supaya tentra jawa jangan masuk. Pagar inilah sebagai benteng negeri limbungan sudah-sudah dilingkungi dengan pagar bambu berduri dipintu masuk ditunggu datuk mangun beserta anak buah.
Raja Jawa beserta tentranya datang satu-satunya untuk memasuki limbungan adalah ssebuh gerbang yang dijaga hulubang  datuk mangun dan ank buahnya, terjadilah pertemuan yang sengat takuasa sedikit pun menembus pertahanan datuk mangun yang disampingi oleh prajurit-prajurit serta rakyat negeri limbungan ayng tangguh, tentra jawa terpaksa dengan menderita korban besar.
Raja jawa memanggil semua hulubang dan mengumpulkan semua prajurit, dan mencari perundingan melalui pikiran orang banyak, dapat suatu akal dikumpulnya uang ringit logam dijadikan peluru yang akan ditembakkan kesetiap rumpun bambu yang berlapis-lapis, tadi ditembakkan sepuas-puas hati tentra jawa, sehingga uang ringit beranggukan dicelan pohon bambu berduri tersebut, kemudian raja jawa tentranya pergilah kembali.
Dalam pada itu ada seorang penduduk negeri limbungan tidak di sengaja, bersua dengan anggukan-anggukan uang ringit logam di sepanjang edaran pinggir bambu. Di Jambil sebuah untuk diperlihatkan kepada sang ratu di istana, dimana engkau dapat ringit logam itu, datuk ? Tanya baginda ratu penuh keheranan.
“dirumpun-rumpun bambu benteng pertahanan lata tuanku” jawab pembawa ringit logam itu agak tergagap,”bertimbun banyak-banyaknya.
“baiklah!”kata sang ratu pula, aku yakin datuk tidak berbohong mari kita lihat benar saja diputuskan untuk semua uang logam tersebut mudah untuk mengJambilnya pohon bambu itu pun ditebangi uang logam tersebut diangkut keistana, pada saat itu raja jawa bersama tentranya datang menyerbu, karena benteng pertahanan tak ada lagi, tentra berserta rakyat limbungan tidak dapat menahan serangan mendadak. Diam-diam pergilah baginda pergi seorang diri meninggalkan negeri yang dicintanya.
Kemudian tahu jagalah rakyat bahwa ratunya tidak ada lagi di istana berusahalah mencari kemana-mana sementara itu seorang putri beristirahan kepondok menjelang ia sampai kepondok ia sangat terkejut, dimukanya di udara yang cerah melihat melayang sepotong upih pinang padahal tak sebatang pinang pun ada di tempatnya ditebangkan angin dalam keheranan, petani itu bergagas menuju ketempat upih jatuh. Sesampai disana ia sangat terkejut dilihat seorang tubuh wanita cantik tergeletak tak bernyawa lagi,ia mungkin bertambah heran wajahnya tak di kenal, dibalik-baliknya sebentar memang wajah yang tak dikenal sama sekali.maka diputus kan untuk memberi tahukan penduduk desa.
Ternyata penduduk desa juga tak kenal siapa gerangan, orang yang meninggal secara aneh itu semu jadi gempar, mereka salaing pandangan dan bertanya satu sam lain maka dengan itu dipangil sebuah dukun. Dukun telah datang ia segera membakar kemeyan,dalam waktu yang singkat dapatlah diketahui siapa gerangan.
“jenazah yang kita temui ini “katanya mengabarkan kepada orang banyak yang mengelilinginya”jenazah yang jatuh dari udara bagaikan upih pinang ini, dalah jenazah tuan putri reno pinang masak raja negeri limbungan.
Mendengar ramalan dukun tersebut semua orang yang hadir sangat terkejut, suara berguman berdingunga bagai suara ilbah terbang, wajah-wajah yang berupa keheranan berbarubah  menjadi suram dan sedih terbayang kepada orang banyak betapa sensaranya tuan baginda rahi pada saat terakhir hidup di Jambi keputusan untuk dimakamkan sang putri di huma di desa tenaku itu. Dimakamkan didesa tenaku tersebut dinamakan “makam upih jatuh”.
Lama kelamaan ketiga hulubalang, yakni datuk raja penghulu, datuk dengar kitab dan datuk mangun sampai pula ketempat putri reno pinang masak dimakamkan, setelah mereka ketahui bahwa itu adalah makam baginda ratu putri reno pinang masak tiba-tiba mereka jatuh pingsan dan terus meninggal, bertiga hulubalang itu dimakamkan pula disana disamping makam putri reno pinang masak sampai sekarang makam keempat orang tersebut masih ada dan dikeramatkan orang pula.
  
PUTRI SELARO PINANG MASAK
DAN
KISAH ANGSO DUONYA


            Setelah Aditta Warman wafat digantikan oleh puteranya yang bernama Maharasa Mauli (Anaggawarman) untuk memimpin kerajaan pagarruyung, dibawah pimpinan Anaggawarman berusaha untuk melepaskan diri dari kerajaan majapahit. Maka akibatnya terjadilah peperangan antara pagarruyung dengan majapahit, pertempuran yang maha dasyat yang membawa banyak korban yang terjadi dipandang sibusuk pada tahun 1409 yang membawa akibat amat bagi kerajaan pagarruyung. Nagari-nagari mulai memisahkan diri dan berotonomi penuh, islampun mulai menyebar diminang kabau.
Setelah permulaan abat ke 15 inilah salah seorang keturunan Adityawarman bernama putri selaro pingang masak (selaras pinang masak) yang berada di pagarruyung kembali kedaerah asalnya yaitu kerajaan melayu (Dharmasraya-Jambi) kepulangan putri pinang masak ke melayu dengan menyusuri sungai batang hari sembari melepaskan sepasang angsa putih (kemudian ubih dikenal dengan sebutan angso duo), tempat dimana putri selaro pinang masak itu melepaskan angsa tersebut tidak terdapat keterangan yang pasti, diduga dilepaskan dari siguntur dengan pertimabangan bahwa disana, ditepi bagian hulu sungai batang hari berdiri sebuah istana, lagi pula siguntur letaknya tidak jauh dari sungai langsat daerah ditemukannya prasasti-prasasti dan patung-patung peninggalan aditya warman.
Setelah melepaskan angsa tersebut putri lantas berlayar mengililingi sungai batang hari dengan niat dimana kelak angsa itu mendarat disitulah ia akan membangun istananya. Angsa tersebut menurut kisahnya mendarat disekitar Meskoren garuda putih mesjid agung alfalah itul;ah sebabnya tempat tersebut disebut tanah terpilih tempat Raja-raja / Sultan-Sultan kerajaan jambi mendirikan istananya.
Ketika putri selaro pinang masak sampai ditanah raja melayu saat itu adalah Tan Talani memerintah tahun 1400-1460 berkedudukan di……………..(kini muaro jambi).
Setelah Tan talani wafat ia gantikan oleh putri selaro pinang masak yang memerintah pada tahun 1460-1480 dan berkedudukan diujung jabung, namanya Mansyur kemana-mana terutama ketanah jawa. Banyak perantau-perantau dari tanah jawa datang dan tanah jawa datang dan pergi kekerajaan melayu dengan sebutan kerajaan putri jambe dari situlah bertitik tolak daerah ini bernama jambi dan sekaligus menjadi kerajaan Jamb.
Setelah menjadi raja putri selaro pinang masak berkenaalan dengan seorang jejeaka dari turki yang bernama Ahmad barus II yang lebih dikenal dengan nama Datuk paduko behalo, kedua-duanya saling jatuh cinta dan akhirnya menjadi suami istri menikah menurut syariat islam dari pernikahan tersebut mereka di anugrahi 3 orang putera dan satu orang putri yang bernama Orang Kayo Gemuk ketiga orang puteranya itu masing-masing menjadi raja :
1.      Orang Kayo Pingai (1480-1490)
2.      Orang Kayo Pedataran (1490-1500)
3.      Orang Kayo Hitam (1500-1515) dan teruskan oleh keturunanya
4.      Pangeran hilang diair disebut penembahan rantau kapas (1515-1540)
5.      Penembahan rengas pandak (1540-1565)
6.      Penembahan bawah sawo (1565-1590)
7.      Penambahan kota baru nantan karena berhalangan diganti (diwakili) oleh putrinya bernama kiai mas putih (1590-1615)
Dari uaraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sejak zaman dahulu sampai kezaman raja penebahan kota baru yaitu sejak tahun 1178-1615 kerajaan melayu/ jambi dipimpin oleh penguasa yang bergelar raja.

BUJANG JAMBI DAN MAHLIGAI MIMPI

Konon pada masa dahulu, kerajaan melayu yang beribu kota di muara jambi, memerintah seseorang putri teramat elok parasnya. Putri itu baru berusia 20 tahun. Dia arif dan bijaksana budi bahasanya terpuji amat pedau terhadap rakyat kemolekan dan keramah tamahan puteri itu telah diketahui oleh hamper semua orang. Bahkan pasra bangsawan mancanegara tertarik untuk menyunting putri pinang masak begitu nama penguasa tungal kerajaan melayu berdarah pagaruyung itu yang selalu menempik pinangan orang penampikkannya secara halus dan bijak sana karma itu tak seorang pun kerasa terhina dan dendam kepadanya.
Suatau ketika tersebutlah seorang panglima perang dari Negara Hindustan, panglima ityu bernama Tun talanai yang terkenal hebat dan sakti. Dia menugasi seorang pembantunya untuk menyelidiki kebenaran berita bahwa anak Qara yang merajai kerajaan melayu sungguh molek dan manis budi bahasanya.
“Benar, tuanku” ujar yang ditugasnya menemui putri selaras pinang masak dimuara jambi itu.”Hamba belum pernah melihat  seorang anak gadis secantik raja melayu itu, tuanku”
“Belum,tuanku ! setiap lamaran orang ditampiknya, kalanya tuan dia belum cukup umur.”
“Bagus ! istirahatlah, kapan kuperlukan engkau ku panggil”

Panglima yang gagah berani itu sungguh rapuh hatinya. Dia tergoda sekali oleh cerita tentang kemolekan raj amelayu yang masih muda itu, berhari-hari ia membayangkan kecantikan gadis yang baru dikenalnya nama saja istrinya sendiri tidak lagi di perdulikannya.
Tun talanai memutuskan untuk menemui putri selarang pinagn masak tampa ditemani oleh seorang pun berangkatlah kerajaan melayu. Dalam perjalanan jauh dari Hindustan ke nusantara tak seorang pun menganggunya. Tampangnya yang jelek, sudah tua bangka pula tidak tertarik orang untuk mengurnya ketika sampai di istana putri selarang pinang masak dia disambut dengan ramah tamah tidak ditampakkan oleh putri selaras pinang masak rasa muak dan mual melihat wajah jelek berkriput itu
Setelah mereka bertukar pikiran, ngobrol ini dan itu, jelas diketahui oleh penguasa kerajaan melayu itu bahwa tamunya itu ingin menikahi dirinya, sebelum tamunya itu menyampaikan hasrat hatinya diajaknya Tun talanai bermain catur.
Buah catur punya puteri selaras pinang masak besar-besar dan berat memerlukan cukup tenaga untuk memindah-mindahkannya. Tetapi, bagi tun talanai cukup dengan tiga jari tangan kirinya memindahkan buah caturnya kagum juga putri pinang masak menyaksikan kebetan tamunya, ia berkata dalam hatinya “tidak dapat dia taklukkan dengan kekuatan sekalipun melalui perangan jika ia benar-benar melamarkaku, saat di tolak. Bisa jadi pertumpahan darah di kerajaan ini.
Esok harinya putriselaras pinang masak mengundang Tun talanai makan siang di istana, betapa senang hati yang di undang pikirnya mereka tidak bertepuk sebelah tangan bergegas dia ke istana.
Wajah tamunya berseri – seri di sentuh ucapan begitu berkata Tun talanai” apa putri perlukan dari hamba?”
“Sungguh puaan amat bijaksana sebelum beta meminta tuan telah menawarkan.”
“Katakanlah putri hamba akan penuhi segala yang tuan putri minta.”
“Jika tuan mengingin diri beta  jadi istrimu yang sah, karma beta dalam serba kekurangan, buatkalah beta sebuah mahligai yang tingginya mencecah tepi langit. Di mahligai itu nanti kita bersenang –senang.”
“Oh…..rupanya tuang putri kan menguji kemampuan hamab? Mahliga begitu ? gampang ! sedagnkan gunung emas yang tuan putri minta, tentu akan hamba persembahkan demi cinta hamba pada puan,” dan ikuti tawa terbahak –bahak.
“permisi puan! Hamba akan segera membuatnya dalam tempo sepekan puat putri dapat pindah ke mahligai indah itu.”
“Tunggu, Tuan ! Beta ingin bersuamikan orang sakti tampahnya tuan seorang yang memiliki kesaktian siapkan mahligai beta maksudkan sejak sekarang sampai menjelang subuh ! jika gagal berarti tidak jodoh kita.”
“Boleh ! Barangkau puan perlu mengambar bentuknya dulu kerjakan saja mulai tengah malam nanti !”
“O ya ….. baiklah  !
Putri salaras pinang masak amat kwatir, seandainya mahligai yang di bangun oleh Tun talanai selesai sebelum subuh, dirinya tidak bisa menampik lamarah Tun talanai.
Ditugasnya seorang yang dipercayanya untuk menyaksikan orang-orang bekerja, dikatakannya : “jika menurut dugaanmu mahligai itu akan siap menjelang subuh, segera laporkan kepada beta pergilah !”
Dalam napas terengah –engah orang yang di tugasi melapor “Hampir siap, puan ! barang kali sekitar sejam lagi sudah selesai “apa….?”
“Sungguh puan putri ! megah sekali mahligai itu, hanya atapnya saja yang belum siap. Beribu – ribu orang pekerjanya.
“Dan mana dan kapan mereka didatangkan ?”
“entahlah ! pokoknya subuh pekerjaan mereka rampung”
“ya kumpulkan para cerdik selaras negeri ini katakana dalam tempo 15 menit sejak saat ini mereka sudah ada di istana cepatlah”
Tun talanai terperangjat bukan kepalang karma kokok ayam lantang terdengar sahutsahut karahnya mendidih badan gemetar.
“kurang ajar ! “ seraya menendang bangunan mahligai yang hamper selesai ityu karena kegagalan disebabkan kecerdikan putri selaras pinang masak,maka segera dia berangkat meninggalkan muara jambi.
Sehari kemudian Tun talanai mengundang beberapa mengundang beberapa tukang tenun dan ahli nujum. Diketahuinya bahwa anak yang akan lahir nanti akan mencelakakan dirinya. Selain itu kegagalannya menyiapkan mahligai di muara jambi disebabkan kelicikan putri selaras pinang masak, sekali pun tidak dalam waktu dekat anakku anak buang !”
“Begitulah sebaiknya, tuanku 1” ujar salah seorang ahli nujum.” Anakmu amat berbahaya dan akan membunuhmu “
Bayi lelaki berusia tiga hari dalam keadaan bugar itu di masukkan kedalam sebuah kotak itu di buat seiringan sehingga tidak bocor, dibagian sisi atas diberi berlubang- lubang itu adara keluar masuk pada sisi atas ditulis besar-besar Bujang Jambi.
Secara diam-siam kotak yang didalamnya seorang bayi itu di hanyutkan kelaut, sehingga terdampar dipantai kerajaan siam, untung seorang nelayan,kotak itu ditemukan kemudian diserahkan kepada baginda raja siam.
“terima kasih” ujar baginda raja menerima penemuanyang baginda merupakan anugrah. “Agaknya bayi montok ini sengaja dihanyutkan mungkin anak haram. Mungkinpula anak seorang raja” sambungnya atas kesukacitaan mendapat bayi itu, maka kepada nelayan di hadiahkannya berbagai kebutuhan hidup sehari-hari ditambah dengan sejumlah uang emas.
Bayi itu tumbuh dan berkembang wajar. Raja menamakan bujang jambi sebagaiman yang  terluas pada kotak ditemukan nelayan. Nama itu melekat pada anak manusia yang dilahirkan tampa cakat-cela.
Tun talanai, begitu beliau selesai menghanyutkan bayi titik zariatnya sendiri langsung berlayar menuju kepulau Sumatra setelah berbulan-bulan dalam pelayaran sampai beliau kemuara jambi. Tujuannya tidak lain kecuali akan memermainkan putri selaro pinang masak yang telah di persunting oleh datuk paduko berhalo yang berdarah turki itu. Dengan sembunyi-sembunyidia menetap di ujung muaro jambi agar tidak di ketahui orang tentang dirinya yang asu, maka dia menyamar 18 tahun lamanyamenuju masa yang tepat untuk menculik istri datuk paduko berhalo.
Lain halnya dengan bujang jambi dirinya sejak kecil didik dan diajari berbagai ilmu pengetahuan ,keterampilan,dan ilmu bela diri. Karena dia sadar bahwa tampang dan pastur tubuhnya berbeda dengan orang – orang siam, timbul berbagai pertanyaan dalam hatinya benarkah aku anak ayahku baginda raja siam..? Jika memang bukan anak baginda. Siapakah ayah hamba?”
Mendengar pertanyaan demikian akhirnya raja Siam menceritakan perihal sejarah Bujang Jambi kepada anak angkatnya tersebut, setelah mendengarkan penuturan ayahnya Bujang Jambi berniat untuk menuju tanah Jambi untuk mencari Tun Telanai. Ia bermaksud  untuk meminta pertanggungjawaban ayahnya itu berkaitan perbuatan yang telah dilakukan pada masa lalu terhadapnya.
Sesampai di tanah jambi Bujang jambi menyamar sebagai pengembara yang membela kebenaran dan suka menolong orang-orang lemah. Tiada lama berselang berjumpa jua ia dengan orang yang dicarinya. Perjumpaan ini akhirnya berakhir dengan pertempuran yang panjang, selama tujuh hari tujuh malam mereka bertanding, keduanya sama kebal senjata, sama tiada mempan pukulan, akhirnya Tun Telanai merasa sudah tiba masa apa yang dikatakan penujum dahulu bahwa bagaimana jua anaknya ini akan mengakhiri umurnya. Tun Telanai tak hendak memperpanjang masalah maka ia jelaskan bahwa ia hanya mempan bila dilukai dengan bambu runcing.
Bujang Jambi segera mencari bamboo yang kemudian dia gunakan sebagai senjata, dengan hujaman bamboo itu berakhirlah hayat Tun Telanai. Bujang jambi merasa puas karena pengacau di daerah Jambi sudah dapat ia bunuh sehingga kekejaman Tun Telanai tiada lagi membuat banyak orang menderita.

RAJO TIANGSO
            Pada zaman dahulu kerajaan Melayu Jambi adalah sebuah kerajaan yang maju pemerintahannya. Pada saat itulah Pangeran Ratu mendampingi Sultan Thaha dalam memerintah tanah Jambi. Salah satu kegemaran Pangeran Ratu adalah melihat keadaan rakyat dengan menaiki perahu di sepanjang sungai Batanghari. Pada suatu ketika pageran ratu menemukan seorang anak yang dihanyutkan dengan rakit batang pisang di sungai Batanghari, anak itu menderita penyakit kudis. Karena iba pangeran ratu membawa anak itu pulang dan mengobati penyakitnya.
            Anak yang didapat itu kemudian dirawat dan dididik dengan baik. Setelah remaja disekolahkan ke Turki. Usai pendidikan anak itu pulang ke Jambi sebagai seorang ulama yang cerdas dan sakti. Karena anak itu enggan berurusan dengan hal politik maka pangeran Ratu menganjurkannya menjadi juru dakwah. Anak itu kemudian menjadi seorang juru dakwah ulung yang memiliki kepandaian menyampaikan syariat Islam dengan sabar dab cendikia.
            Anak itu adalah Muhammad Amin yang kemudian di kenal di daerah Luhak Enambelas sebagai Rajo Tiangso. Rajo Tiangso disebut sebagai seorang penyebar agama Islam yang datang dari Jambi melalui Sungai Sirih yang sekarang dikenal dengan sungai Tembesi. Rajo Tiangso mulanya  menyebarkan agama Islam di daerah Sungai Tenang dengan basis desa Tanjung Alam. Ia mengajari penduduk tata cara bertani dan bermasyarakat serta budaya hidup bersih, sebagian cerita mengabarkan bahwa pada zaman dahulu masyarakat gemar berjudi, membunuh dan makan dengan piring terbuat dari punggung kura-kura. Rajo Tiangso mengajarkan mereka ajaran Islam dan budaya hidup bersih.
            Setelah merasa cukup melakukan dakwah di daerah Sungai Tenang Rajo Tiangso kemudian pindah ke Muara Maderas dan mendirikan masjid di daerah tersebut. Rajo Tiangso selalu memasak bangunan mesjid yang dibuatnya dengan sebuah tiang besar sebagai penyangga bagian tengah bangunan tersebut. Ting satu itulah yang dikatakan Tiang-so atau tiang satu sehingga beliau digelari dengan nama rajo tiangso. Makam rajo Tiangso saat ini berada di daerah Rantau Suli Sungai Tenang.



1 komentar:

armlurvedasnie mengatakan...

Salam perkenalan tuan penulis blog, saya dari Malaysia. Ingin bertanyakan suatu cerita Kaba berkenaan wiranya bernama pendekar Bujang. Kisah rakyat biasa yang punya banyak kesaktian dan langsung berhasil mengahwini Tuan Puteri Jemelak Matahari. Adakah Tuan penulis pernah mendengar cerita rakyat Minangkabau berkenaan kisah itu?