Wahai calon peneliti sastrawan besar masa depan : bersabarlah
"Menulis Skripsi Sastra: Dari Galau Jadi Guru Besar Imaginasi"
Sebuah Bimbingan Ringan Nan Menghibur untuk Mahasiswa Sastra yang (Katanya) Lagi Skripsi
1. Tentukan Tema Jangan Kayak Pilih Jodoh – Lama Tapi Gak Jadi
Tema skripsi sastra itu penting, tapi jangan dijadikan seperti pilih jodoh ideal: harus puitis, estetik, punya makna dalam, dan bisa diajak diskusi teori poskolonial.
Cukup pilih satu: yang kamu suka, yang bisa kamu pahami, dan yang ada bukunya.
📌 Contoh tema:
- Representasi Perempuan dalam Puisi-puisi Joko Pinurbo
- Kritik Sosial dalam Novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari
- Unsur Mitos dalam Cerpen-cerpen Danarto
Kalau kamu sudah suka, nanti walau bab 2 tersesat ke dunia strukturalisme Levi-Strauss, kamu tetap kuat!
2. Kajian Teori Itu Kayak Bumbu Rendang – Jangan Cuma Satu!
Jangan cuma pakai satu teori biar skripsimu gak hambar. Pakai kombinasi: teori sastra + pendekatan.
Misalnya:
- Teori Dekonstruksi + Pendekatan Feminisme
- Strukturalisme Genetik + Teori Totem & Tabu (ehm, cocok buat kamu yang suka jungkir balik Freud)
Tapi ingat, jangan asal comot teori kayak ngambil mic di acara nikahan orang.
3. Objek Karya Jangan Terlalu Nyeleneh, Tapi Boleh Unik
Kalau kamu ngotot mau membahas puisi yang ditulis di balik bungkus gorengan tahun 1998, pikirkan kembali.
Objek sastra itu harus terbit, tersedia, dan bisa diteliti.
Tapi unik? Boleh!
Contoh:
- Analisis lagu-lagu Iwan Fals sebagai puisi sosial
- Cerita rakyat lokal versi ibu kamu sendiri (asal ada dokumentasi valid)
- Film sebagai teks sastra modern (kalau dosenmu tidak gaptek)
4. Bab 1 Sampai Bab 5 Jangan Kamu Nikahi Satu-Satu
Ingat, skripsi bukan sinetron 1000 episode.
Buatlah alur berpikir jelas, mengalir dari:
- BAB 1: Masalah → Rumusan → Tujuan → Manfaat
- BAB 2: Teori, bukan cerita masa kecil tokoh teori
- BAB 3: Metodologi – ini bukan tempat curhat cara cari objek
- BAB 4: Pembahasan, bukan tempatmu menulis ulang karya sastra
- BAB 5: Simpulan, bukan sambutan perpisahan
5. Jangan Takut Dosen Pembimbing – Mereka Juga Manusia (Katanya)
Kalau revisi? Terima.
Kalau dicoret-coret? Anggap itu tatto akademik.
Kalau dibalas WA 3 minggu kemudian? Jangan ngambek, bisa jadi mereka sedang membaca Derrida pakai kaca mata plus.
6. Selingi Skripsi dengan Kopi, Tapi Jangan Pacar Baru
Skripsi butuh stamina. Jangan terlalu serius sampai lupa mandi.
Tapi juga jangan terlalu santai sampai dikira kamu sedang ikut lomba “menunda hidup”.
Penutup:
Skripsi sastra itu bukan beban, tapi taman bermain teori dan rasa.
Kamu bisa menjadi seorang "pembaca kritis", "peneliti naratif", dan siapa tahu — penulis besar berikutnya.
Asal jangan menyerah hanya karena dibilang:
“Ini harus direvisi total, ya…”
Karena dari revisi-revisi itulah, skripsi jadi saksi bahwa kamu bisa berpikir dan bertahan hidup di dunia yang penuh tanda baca.
Wiko Antoni adalah pengajar dan pemerhati Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar